EmitenNews.com - Rebound tajam frekuensi perjalanan udara, setelah pelonggaran pembatasan masa pandemi, memungkinkan maskapai penerbangan global untuk mengurangi nilai kerugian pada tahun ini. Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) bahkan memperkirakan kemungkinan untuk kembali meraih keuntungan pada 2023.


Data IATA memproyeksikan, maskapai penerbangan global sekarang diperkirakan akan membukukan kerugian USD9,7 miliar pada tahun 2022, menurun tajam dibanding angka revisi kerugian tahun sebelumnya yang mencapai USD42,1 miliar.


Perkiraan 2022 itu hampir USD2 miliar lebih baik dibanding prediksi sebelumnya dengan kerugian USD11,6 miliar. Kerugian tahun lalu juga lebih baik dari prediksi sebelumnya sebesar USD52 miliar.


Namun IATA memperingatkan bahwa harga minyak dan inflasi yang tinggi berisiko menghambat pemulihan yang masih terbilang rapuh.


"Industri penerbangan sekarang lebih ramping, lebih tangguh, dan lebih gesit," kata Direktur Jenderal IATA Willie Walsh pada pertemuan tahunan lebih dari 100 pemimpin maskapai di Qatar. "Keuntungan industri secara luas harus ada di cakrawala pada tahun 2023," imbuhnya, seperti dikutip Reuters, Senin (20/6).


Amerika Utara diperkirakan akan tetap menjadi wilayah dengan kinerja terkuat dan satu-satunya yang membukukan laba pada tahun 2022, dengan perkiraan mencapai USD8,8 miliar.


Di Asia, di mana perbatasan China tetap ditutup dan pasar domestiknya tertekan karena strategi nol-Covid, maskapai penerbangan diperkirakan akan mengalami kerugian kolektif sebesar USD8,9 miliar.


Prospek yang membaik datang ketika bandara dan maskapai berlomba untuk mempekerjakan kembali ribuan orang demi mengatasi permintaan yang meningkat. Banyak orang diyakini akan berusaha menebus liburan yang hilang selama pandemi.


Beberapa analis telah menyuarakan keprihatinan tentang lonjakan tarif dan tekanan pada pengeluaran konsumen akibat inflasi dan kenaikan biaya pinjaman. Tekanan yang berlanjut dapat menyebabkan permintaan turun tajam setelah puncak musim panas di belahan utara.


Namun Walsh meredakan kekhawatiran terhadap apa yang disebut dengan 'jurang permintaan' yang akan membuat pemulihan berumur pendek.


"Saya pikir, itu tidak akan sekejap. Ada beberapa permintaan terpendam yang terpenuhi saat ini, tetapi Anda harus ingat kami masih jauh di bawah di mana kami berada pada 2019," ujarnya.


"Jadi saya pikir masih banyak hal yang harus diperbaiki sebelum kita bisa masuk ke dalam perdebatan apakah kita akan melihat pengurangan itu."