Prospek SUPA: PBV Menarik, Tapi Siapkah Hadapi Risiko NPL UMKM 2026?
Prospek SUPA: PBV Menarik, Tapi Siapkah Hadapi Risiko NPL UMKM 2026? Source: Superbank
EmitenNews.com - Dalam perspektif pasar modal, valuasi Superbank saat IPO dinilai cukup menarik dan konservatif oleh para analis. Dengan harga penawaran Rp635, rasio Price to Book Value (PBV) SUPA berada pada level 2,64 kali.
Angka ini tercatat lebih rendah dibandingkan rata-rata industri bank digital nasional yang mencapai 2,92 kali per Desember 2025. Sebagai perbandingan, Bank Jago (ARTO) diperdagangkan dengan PBV 3,3 kali, Allo Bank (BBHI) pada 4,28 kali, dan Bank Aladin Syariah (BANK/BBSI) pada level 4,16 kali.
Valuasi yang lebih rendah ini memberikan margin keamanan bagi investor dan potensi rerating harga jika perusahaan mampu mempertahankan konsistensi pertumbuhan laba dan kualitas aset di masa depan.
Secara aset, Superbank memposisikan dirinya di peringkat ketiga di antara bank digital utama Indonesia. Dengan total aset Rp17,7 triliun, SUPA berada di belakang Bank Jago yang memimpin dengan aset Rp34,5 triliun dan Bank Neo Commerce (BBYB) sebesar Rp18,4 triliun.
Namun, Superbank tercatat lebih unggul dalam hal aset dibandingkan Allo Bank yang memiliki aset sebesar Rp16,6 triliun. Menariknya, meskipun BBYB memiliki valuasi PBV yang paling murah di level 1,5 kali, kinerja laba dan kualitas aset Superbank yang didukung ekosistem Grab dinilai memberikan premi kepercayaan yang lebih tinggi bagi investor institusi.
Analisis simulasi menunjukkan bahwa jika harga saham SUPA bergerak agresif hingga menyentuh ARA beberapa kali pasca-listing, kapitalisasi pasarnya akan segera menyamai emiten-emiten besar lainnya.
Jika berhasil menyentuh ARA pada hari pertama, kapitalisasi pasarnya setara dengan PT Rukun Raharja Tbk (RAJA). Jika mampu melanjutkan tren ARA hingga tujuh kali berturut-turut, kapitalisasi pasar Superbank diproyeksikan akan setara dengan raksasa barang konsumsi PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).
Fenomena ini mencerminkan harapan pasar akan pertumbuhan eksponensial yang biasa diasosiasikan dengan perusahaan teknologi berskala besar (unicorn).
Risiko Investasi dan Mitigasi Strategis: Tantangan Makro dan Sektoral
Investor yang mempertimbangkan penempatan modal pada saham SUPA harus memperhatikan risiko konsentrasi ekosistem sebagai faktor utama. Kelangsungan pertumbuhan pendapatan Superbank sangat terikat dengan aliansi strategis bersama Grab, OVO, dan Emtek.
Bank mengakui bahwa jika terdapat perubahan prioritas strategi, kegagalan operasional, atau penghentian kontrak eksklusivitas dengan salah satu mitra utama tersebut, hal itu dapat berdampak material terhadap kemampuan akuisisi nasabah dan penyaluran kredit.
Selain itu, konsentrasi penyaluran kredit pada pengguna di dalam ekosistem yang sama dapat meningkatkan risiko penularan jika ekosistem tersebut mengalami tekanan ekonomi secara spesifik.
Risiko kualitas aset di sektor UMKM juga merupakan tantangan yang signifikan bagi industri perbankan nasional menuju tahun 2026. Data OJK dan Bank Indonesia menunjukkan adanya tren kenaikan NPL pada segmen UMKM, di mana angka nasional menyentuh level 4,7% pada Agustus 2025, mendekati ambang batas aman 5%.
Penurunan daya beli masyarakat di segmen berpenghasilan rendah-menengah serta tantangan dari platform e-commerce yang membebankan biaya tambahan bagi penjual turut menekan margin keuntungan debitur UMKM. Superbank harus terus menyempurnakan algoritma manajemen risikonya untuk memastikan bahwa pertumbuhan kredit yang agresif tidak mengorbankan kualitas aset jangka panjang.
Dari sisi makroekonomi, prospek suku bunga pada tahun 2026 diperkirakan akan mengalami tren penurunan seiring dengan kebijakan Bank Indonesia yang mulai melonggarkan suku bunga acuan (BI Rate) di level 4,75%.
Meskipun penurunan suku bunga dapat meningkatkan likuiditas dan permintaan kredit, perbankan akan menghadapi tekanan pada margin bunga jika suku bunga simpanan tidak turun secepat suku bunga pinjaman.
Superbank, dengan struktur dana pihak ketiga yang didominasi oleh tabungan berbiaya rendah (CASA) dari ekosistem OVO, diharapkan memiliki ketahanan yang lebih baik dalam menjaga NIM dibandingkan bank kecil yang sangat bergantung pada deposito berbiaya tinggi.
Related News
Flywheel Superbank: Akankah AI dan Ekosistem Grab Jadi Moat Abadi?
Fundamental: Evolusi Ekosistem Grab-Emtek jadi Turnaround Superbank!
IPO SUPA dan Ledakan ARA: Standar Baru Ecosystem Banking Kah?
Pajak Ekspor Batubara: Sinyal Kritis Kompresi Marjin Komoditas?
Prospek BREN: Inkremental vs Valuasi Didorong Scarcity
BREN: Anomali Valuasi atau Masa Depan Hyper-Growth EBT?





