PT Jakarta Perberat Hukuman Crazy Rich Surabaya Ini, jadi 16 Tahun

Crazy rich Surabaya Budi Said dalam balutan rompi tahanan. Dok. Forum Keadilan.
EmitenNews.com - Hukuman Budi Said makin berat. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Terdakwa kasus korupsi rekayasa transaksi emas Antam itu, menjadi 16 tahun penjara. Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis crazy rich Surabaya itu, dengan pidana 15 tahun penjara.
Dalam putusan banding yang dikutip Jumat (21/2/2025), Hakim Ketua Herri Swantoro menyatakan hukuman Budi Said diperberat setelah pihaknya menerima permintaan banding yang diajukan penuntut umum dan penasehat hukum terdakwa.
"Mengubah amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sekadar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan," kata Hakim Herri Swantoro.
Terkait pidana denda, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menetapkan besaran denda yang dikenakan kepada Budi Said tetap sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan diganti dengan (subsider) pidana kurungan selama 6 bulan.
Namun pada pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti, Majelis Hakim menambahkan hukuman Budi Said berupa pembayaran 1.136 kilogram emas Antam atau setara Rp1,07 triliun.
Hal itu berdasarkan Harga Pokok Produksi Emas Antam per Desember 2023 atau setidak-tidaknya setara dengan nilai emas pada saat pelaksanaan eksekusi dengan memperhitungkan dana provisi yang dibukukan dalam laporan.
Itu berarti hukumannya menambah pidana uang pengganti yang awalnya hanya berupa 58,841 kg emas Antam atau setara dengan Rp35,53 miliar kepada Budi Said.
Menurut hakim, apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Apabila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 10 tahun.
Dalam menjatuhkan putusan banding, Majelis Hakim mempertimbangkan beberapa keadaan yang memberatkan. Yakni perbuatan Budi Said tidak mendukung program Pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan mencederai rasa keadilan masyarakat.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Budi Said dengan pidana 15 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama 6 bulan. Juga pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar 58,841 kg emas Antam atau Rp35,53 miliar subsider 8 tahun penjara.
Hakim berpendapat, Budi Said terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara bersama-sama dan berlanjut sesuai dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer.
Menurut hakim, Budi Said dinyatakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam kasus tersebut, Budi Said didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp1,07 triliun akibat perbuatan korupsi dan pencucian uang.
Budi Said korupsi dengan menerima selisih lebih emas Antam sebesar 58,13 kg atau senilai Rp35,07 miliar yang tidak sesuai dengan faktur penjualan emas dan tidak ada pembayarannya kepada Antam.
Di luar itu, terdapat kewajiban kekurangan serah emas Antam dari Antam kepada Budi sebanyak 1.136 kg berdasarkan putusan MA Nomor 1666 K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022.
Budi juga terbukti melakukan TPPU dari hasil korupsinya, antara lain, dengan menyamarkan transaksi penjualan emas Antam hingga menempatkannya sebagai modal pada CV Bahari Sentosa Alam. ***
Related News

Jaga Stok Nasional, Mentan Tolak Ekspor Beras ke Malaysia

Kasus Korupsi Jual Beli Gas PGN ke IAE, Negara Rugi Rp203 Miliar

Jepang Butuh 150 Ribu Tenaga Kerja, Peluang Bagi Pekerja Indonesia

Presiden: Kesederhanaan Paus Fransiskus Teladan bagi Kita Semua

Alamak! BPJPH Temukan 9 Produk Olahan Mengandung Babi

Dirut BIJB Ungkap, Bandara Kertajati Siap Layani Penerbangan Haji 2025