Regulasi Baru Bakal Berdampak Luas, Pemerintah Perlu Hati-Hati Mengatur Bursa CPO
Ekspor CPO Indonesia terus menghadapi berbagai hambatan oleh negara-negara tujuan ekspor utama yaitu China, India dan uni Eropa. Berbagai hambatan terhadap ekspor CPO, baik hambatan tarif maupun hambatan non tarif, akan berdampak negative terhadap industry sawit nasional dan yang paling dirugikan adalah petani sawit. Pemerintah sejauh ini telah melakukan berbagai upaya untuk menghadapi hambatan-hambatan ekspor CPO tersebut. Upaya pemerintah dalam menghadapi hambatan-hambatan ekspor CPO layak mendapatkan apresiasi.
Ditengah upaya pemerintah menghadapi hambatan-hambatan ekspor dari pihak eksternal tersebut pemerintah diharapkan tidak menciptakan hambatan ekspor dari dalam negeri. “Pengalaman pada tahun 2022 membuktikan bahwa setiap hambatan ekspor (ditengah kondisi ekses supply) akan berdampak negative terhadap industry sawit dan ketika itu terjadi maka yang paling dirugikan adalah petani sawit,” kata Piter.
Maka itu, rencana pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) guna mengatur lebih lanjut ekspor CPO dan produk-produk turunannya perlu dipertimbangkan dengan sangat hati-hati. Pengaturan ekspor CPO dan produk-produk turunannya yang terlalu ketat bisa menjadi boomerang, merugikan industry sawit, sementara disisi lain tidak akan mampu mewujudkan apa yang menjadi tujuan dari pengaturan ekspor itu sendiri
Membatasi ekspor CPO dan produk-produk turunannya tidak otomatis akan meningkatkan ketersediaan minyak goreng sebagai salah satu barang kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Hambatan ekspor secara langsung akan mengurangi ekspor dan pendapatan pemerintah, mengganggu rantai pasok industry sawit dalam negeri, yang pada gilirannya akan berdampak negative terhadap pertumbuhan ekonomi. Yang paling buruk, adalah dampaknya kepada para petani sawit yang akan menjadi korban pertama ketika ekspor CPO dan produk turunannya terganggu.
Mewajibkan ekspor melalui bursa berjangka dalam negeri juga tidak akan serta merta menghilangkan peran bursa Rotterdam dan Malaysia sebagai rujukan harga CPO dunia.
“Perlu dipahami bahwa untuk menjadi rujukan harga global, pembentukan harga di sebuah bursa harus teruji kredibel melalui sebuah mekanisme pasar yang berjalan sempurna, tanpa ada sedikitpun intervensi pasar. Bursa CPO di Rotterdam dan Malaysia sudah melalui proses pengujian yang begitu panjang dan telah mendapatkan pengakuan secara global,” katanya.
Keinginan pemerintah membentuk dan mengembangkan bursa CPO di dalam negeri tentu saja harus didukung. Tetapi untuk menjadikan bursa CPO di dalam negeri sebagai bursa yang diakui global dan harga CPO di bursa tersebut menjadi rujukan semua pelaku perdagangan CPO global memerlukan waktu yang panjang, dan harus dipastikan tidak ada sedikitpun bentuk intervensi pasar. “Bentuk-bantuk intervensi pasar yang harus dihindari, misalnya adalah: memaksa pelaku pasar untuk melakukan transaksi perdagangan hanya di bursa CPO tertentu, dan mengkaitkan transaksi CPO di bursa dengan berbagai kebijakan dan kepentingan dari pemerintah,” tutup Piter.
Related News
Kasus Korupsi Investasi Bodong PT Taspen, KPK Sita Rp2,4 Miliar
Menakar Strategi BNI (BBNI) Genjot Penerapan ESG
Presiden Prabowo Bertekad Pimpin Pemerintahan RI yang Bersih
Ada Tanah 50 Ha, Prabowo Ingin Bangun Kampung Haji Indonesia di Makkah
Catat! Januari 2025, Program Makan Bergizi Gratis Dimulai
10 Hari Menjabat Menteri Meutya Sudah Tutup 187 Ribu Situs Judi Online