Sederhanakan Bisnis Hulu Migas, Pemerintah Susun Aturan Baru Gross Split
EmitenNews.com - Pemerintah Indonesia telah memberlakukan Kontrak Bagi Hasil Gross Split sejak tahun 2018. Untuk lebih mendorong pengembangan bisnis hulu migas agar lebih sederhana, cepat, kompetitif, efektif dan akuntabel, Pemerintah merevisi kontrak Gross Split menjadi New Simplified Gross Split.
"Pemerintah melakukan upaya revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Dalam perkembangannya, kontrak ini mengalami beberapa kali perubahan dengan harapan agar tujuan kontrak Gross Split dapat dicapai. Yaitu menciptakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan bisnis penunjangnya menjadi global dan kompetitif, serta mendorong usaha eksplorasi dan eksploitasi yang lebih efektif dan cepat," ujar Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Noor Arifin Muhammad.
Tujuan lain yang ingin dicapai adalah agar KKKS untuk lebih efisien sehingga mampu mengatasi gejolak harga minyak dari waktu ke waktu, mendorong bisnis proses KKKS dan SKK Migas menjadi lebih sederhana dan akuntabel, serta mendorong KKKS untuk mengelola biaya operasi dan investasiya dengan berpijak pada sistem keuangan korporasi, bukan sistem keuangan negara.
Noor Arifin memaparkan, selain kontrak Gross Split, Indonesia juga memiliki bentuk kontrak lainnya yaitu Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery yang telah diberlakukan sejak puluhan tahun silam. Dengan adanya dua bentuk kontrak tersebut, KKKS memiliki pilihan bentuk kontrak.
"Kontrak bagi hasil migas di Indonesia terus mengalami perubahan untuk mengakomodir kebutuhan industri. Pemerintah selalu berusaha menyempurnakan kontrak menjadi terus lebih baik. Minat calon investor terhadap dua bentuk kontrak baik Cost Recovery dan Gross Split tetap ada sehingga Pemerintah tetap membuka opsi bentuk kontrak tersebut dalam setiap Penawaran Wilayah kerja (WK) baik untuk WK yang ditawarkan melalui Penawaran Langsung maupun melalui Lelang Reguler," katanya.
Lebih lanjut Noor Arifin menjelaskan, terdapat empat urgensi dalam penyempurnaan kontrak Gross Split yaitu pertama, memberikan kepastian nilai bagi hasil yang lebih kompetitif bagi KKKS.
"Penyusunan ulang sistem bagi hasil yang lebih kompetitif dengan negara lain dengan target total bagi hasil sebelum pajak KKKS pada rentang 80% - 90% yang ditentukan berdasarkan profil resiko lapangan untuk meningkatkan kegiatan dan iklim investasi hulu minyak dan gas," ujar Arifin.
Kedua, meminimalisir ketergantungan keekonomian KKKS terhadap tambahan split diskresi Menteri."Penganalisaan target bagi hasil para KKKS yang membutuhkan tambahan bagi hasil Menteri, untuk rancangan sistem bagi hasil baru yang dapat meminimalisir kebutuhan split diskresi Menteri dan menjamin keekonomian bagi para KKKS kontrak Gross Split," ungkapnya.
Ketiga, simplifikasi dan penyempurnaan komponen dan parameter bagi hasil. "Penyederhanaan jumlah komponen bagi hasil berdasarkan parameter teknis yang tidak menimbulkan perdebatan dalam penentuan dan efektif penerapannya. Pemilihan didasarkan pada parameter primer yang memberikan koreksi split utama pada kontrak Gross Split eksisting," tambah Arifin.
Keempat, perancangan kebijakan fiskal yang cocok untuk Migas Non Konvensional (MNK). "Perancangan kebijakan fiskal untuk pengusahaan migas non konvensional. Pemberian skema baru kontrak GS bagi hasil tetap (fixed split) terhadap profil resiko, kebutuhan teknologi baru, dan penekanan biaya pengusahaan Migas Non Konvensional," paparnya.
Dalam kesempatan itu Noor Arifin kembali menegaskan bahwa Pemerintah membuka diri terhadap masukan dari pelbagai pihak agar tujuan pemberlakuan kontrak Gross Split ini dapat tercapai.
Dalam pertemuan tersebut, Koordinator Pokja Pengembangan WK Migas Non Konvensional Dwi Adi Nugroho menjelaskan, terdapat 11 poin utama perubahan Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017:
Penyederhanaan jumlah komponen variabel dari 10 komponen menjadi hanya 3 komponen.
Penyederhanaan jumlah komponen progresif dari 3 komponen menjadi hanya 2 komponen.
Penyeimbangan nilai bagi hasil dasar (base split).
Penyeimbangan nilai total bagi hasil secara keseluruhan.
Perubahan formula komponen progresif harga minyak dan gas bumi.
Pemberian batas nilai sliding scale pada parameter komponen progresif harga minyak dan gas bumi.
Pemisahan unsur kewajiban TKDN KKKS dari komponen bagi hasil.
Pemisahan Terms & Conditions antara sumber daya Migas Konvensional dan Non Konvensional.
Penambahan komponen variable tetap khusus untuk sumber daya Migas Non Konvensional.
Penyempurnaan penentuan nilai parameter berdasarkan metode statistik dari data realisasi 5 tahunan terakhir.
Pemindahan komponen variabel dan progresif dari lampiran Permen ke Keputusan Menteri untuk kepentingan kemudahan penyesuaian parameter terhadap data realisasi di masa depan.
Mengenai perubahan base split, Dwi menjelaskan, Pemerintah menyeimbangkan bagi hasil antara Pemerintah dengan KKKS agar lebih menarik. Base split minyak bumi diubah menjadi 53% Pemerintah dan 47% KKKS. Sedangkan untuk gas bumi, base split-nya adalah 51% Pemerintah dan 49% KKKS. Pada aturan yang lama, base split minyak bumi adalah 57% Pemerintah 43% KKKS, sedangkan gas bumi 52% Pemerintah dan 48% KKKS.
Terkait term and conditions, dibagi 2 yaitu Migas Konvensional dan MNK Untuk Migas Konvensional, jumlah komponen variabel disederhanakan dari 10 komponen menjadi hanya 3 komponen:
Jumlah cadangan.
Lokasi cadangan.
Ketersediaan infastruktur
Sedangkan jumlah komponen progresif dari 3 komponen menjadi hanya 2 komponen yaitu:
Harga minyak bumi.
Harga gas bumi.
Related News
IHSG Akhir Pekan Ditutup Naik 0,77 Persen, Telisik Detailnya
BKPM: Capai Pertumbuhan 8 Persen Butuh Investasi Rp13.528 Triliun
Hati-hati! Dua Saham Ini Dalam Pengawasan BEI
BTN Raih Predikat Tertinggi Green Building
IHSG Naik 0,82 Persen di Sesi I, GOTO, BRIS, UNVR Top Gainers LQ45
Perkuat Industri Tekstil, Wamenkeu Anggito Serap Aspirasi Pengusaha