EmitenNews.com - PT Pertamina (Persero) mengalami kerugian signifikan hingga Rp2,9 triliun untuk penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM). Celakanya, aktivitas bisnis itu dilakoni setelah memenuhi permintaan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, yang kini dinyatakan buron.

Nasib sial BUMN migas itu, terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan untuk anak Riza Chalid, terdakwa Muhammad Kerry Adrianto, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa. Kerry dan empat terdakwa lainnya menjalani persidangan untuk pembacaan dakwaan dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero). 

“Pembayaran sewa terminal BBM tersebut telah mengakibatkan kerugian keuangan negara selama periode tahun 2014-2024 sebesar Rp 2.905.420.003.854,00. Dana sebesar itu merupakan pengeluaran PT Pertamina dan/atau PT Pertamina Patra Niaga yang seharusnya tidak dikeluarkan,” ujar JPU saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).

Pertamina memenuhi permintaan Riza Chalid untuk menyewa terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak (nama lama PT Orbit Terminal Merak). Pembelian ini diduga terjadi pada periode April 2012-November 2014.

Meski saat itu, belum membutuhkan terminal BBM, PT Pertamina (Persero) periode April 2012-November 2014 telah memenuhi permintaan pihak Riza Chalid.

Pembelian terminal BBM ini tidak melalui tangan Riza Chalid maupun Kerry, anak Riza. Mereka menunjuk Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo, untuk melakukan penawaran kerja sama dengan Hanung Budya Yuktyanta, ketika itu Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina. 

Penyampaian kerja sama ini dilakukan meski saat itu terminal BBM Merak belum menjadi milik Riza maupun Kerry. Proses kerja sama ini berhasil diteken karena Riza Chalid menjadi personal guarantee dalam pengajuan kredit kepada Bank BRI untuk melakukan akuisisi dan menjadikan PT Oiltanking Merak sebagai jaminan kredit. 

Masih kata jaksa, Riza dan anaknya diduga juga mendesak pihak Pertamina mempercepat proses kerja sama penyewaan terminal BBM. Hal ini ditindaklanjuti Hanung dan Alfian Nasution, Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina tahun 2011-2015 untuk melakukan penunjukan langsung kepada perusahaan PT Oiltanking Merak. Padahal, perusahaan afiliasi Riza Chalid ini tidak memenuhi kriteria pengadaan.

Selain itu, Kerry dan Gading meminta Alfian untuk menghilangkan klausul kepemilikan aset terminal BBM ini dalam nota kerja sama. 

Sedihnya, karena pada akhirnya, dalam perjanjian yang ditandatangani, aset terminal BBM Merak ini tidak bisa menjadi milik PT Pertamina, tapi milik PT OTM. 

Sejauh ini, dalam kasus yang menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp285,1 triliun itu, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka. Namun, berkas 9 tersangka lainnya belum dilimpahkan ke Kejari Jakpus. 

Dalam perkara ini, baik Riza Chalid, Hanung, hingga Alfian Nasution belum masuk ke persidangan. Sidang Senin ini, ada lima orang yang duduk di kursi terdakwa: Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi.

Kemudian, Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo. 

Untuk empat tersangka lainnya sudah lebih dahulu mengikuti sidang pembacaan dakwaan pada Kamis (9/10/2025). Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne. ***