EmitenNews.com - Pemerintah pusat memiliki alasan tersendiri soal pemotongan anggaran transfer daerah. Istana tidak secara langsung mengakui ada pemotongan, yang membuat daerah kesulitan mengatur ulang pos anggarannya. Dalam bahasa Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi bahwa soal transfer itu saat ini terbagi menjadi dua skema; transfer ke daerah langsung dan tidak langsung.

Dalam keterangannya yang dikutip Minggu (12/10/2025), Mensesneg Prasetyo Hadi mengungkapkan, pihaknya bersama Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri sudah memberikan pemahaman bersama soal dua skema itu.

Menurut Prasetyo Hadi, transfer ke daerah yang bersifat tak langsung itu merupakan transfer dari pemerintah pusat berupa program-program yang penerimanya adalah juga semua masyarakat di daerah.

Contohnya, salah satunya ialah program Makan Bergizi Gratis yang anggarannya bersumber dari APBN. Namun, manfaatnya dirasakan di seluruh daerah di Indonesia.

"Kan kalau dihitung dari budget di APBN, anggaran MBG itu, kurang lebih dalam satu tahun berjalan, ya tahun depan (2026) itu Rp335 triliun. Nah, ini dinikmati juga oleh seluruh daerah, kan begitu," katanya ," katanya di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (10/10/2025).

Intinya, pemerintah pusat melakukan kebijakan pemotongan anggaran transfer ke daerah (TKD), tetapi pemanfaatannya juga dinikmati oleh seluruh daerah, melalui program yang langsung menyentuh masyarakat, sampai ke seluruh daerah. Ya, seperti program andalan Presiden Prabowo Subianto itu, MBG.

Bagi daerah, ada hitung-hitungannya tersendiri. Setidaknya, seperti itulah yang diprotes oleh sebanyak 18 gubernur yang ramai-ramai menyampaikan sikapnya kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, beberapa hari lalu. Memang, tidak semua ikut ke kantor Menkeu Purbaya untuk melancarkan protes langsung, seperti Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, misalnya.

Belasan gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) itu datang langsung ke Kantor Kementerian Keuangan di Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025) pagi. Di antara mereka terlihat Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda, Gubernur Daerah Istimewa Jogjakarta, dan lain sebagainya. 

Termasuk juga Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem, dua pemimpin daerah yang hubungannya sedang panas-dingin. 

Gubernur Aceh Mualem menegaskan tidak sepakat dengan pemotongan tersebut. Ia menjelaskan anggarannya dipotong 25 persen oleh pemerintah pusat. 

"Kami mengusulkan supaya tidak dipotong, anggaran kita tidak dipotong. Karena itu beban semua di provinsi kami masing-masing," kata Mualem selepas bertemu Menkeu Purbaya di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (7/10).

Bupati Sidrap Syaharuddin Alrif juga menyuarakan soal potongan transfer daerah

Tidak hanya oleh para gubernur, bupati juga ikut menyuarakan ketidaksetujuannya. 

Bupati Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan Syaharuddin Alrif menilai kebijakan pengurangan TKD berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi daerah. Termasuk serta menghambat realisasi janji kampanye kepala daerah, khususnya di sektor infrastruktur.

“Setelah pengurangan TKD, pertumbuhan ekonomi tentu tidak bisa maksimal. Kami pun tak bisa melayani masyarakat secara optimal sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM),” ujar Bupati Syaharuddin, yang juga Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), usai menghadiri Rapat Koordinasi Pemerintahan Wilayah Sulawesi 2025 di Kantor Gubernur Sulsel, Makassar, Jumat (10/10/2025).

Syaharuddin Alrif berharap kehadiran Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto dalam rapat tersebut bisa menjadi pintu masukan ke Kementerian Dalam Negeri dan disampaikan ke Menteri Keuangan.

Sidrap mengalami pemotongan TKD sebesar Rp174 miliar untuk tahun anggaran 2026. Pemangkasan serupa juga dialami sejumlah daerah lain di Sulsel. Misalnya, Pinrang sebesar Rp231 miliar, Jeneponto Rp169 miliar, Bantaeng Rp148 miliar, dan Kota Makassar hingga Rp500 miliar.