EmitenNews.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berbicara mengenai riba, di tengah terjadinya fenomena suku bunga negatif atau minus. Alquran telah mengatur persoalan tersebut dan membolehkan pinjaman, atau berutang. Intinya, Islam membolehkan tindakan pinjaman, meminjam atau utang-piutang. Mantan Direktur Pengelola Bank Dunia ini, memastikan, riba berbeda dengan utang. 

 

"Pembahasan mengenai isu riba, pinjaman, seringkali stigma dimunculkan. Kalau pinjaman identik riba. Fenomena hari ini dengan suku bunga nol persen atau negatif di Eropa pemikiran kita apa ini?" tutur Sri Mulyani Indrawati dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) periode 2019-2023, saat menjadi pembicara kunci di acara Webinar Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Selasa (6/4/2021).

 

Sri Mulyani menyebutkan, riba berbeda dengan pinjaman atau utang. Riba adalah kondisi terjadinya eksploitasi terhadap asimetri informasi, sehingga pihak yang memiliki informasi lengkap mengeksploitasi yang tidak memiliki informasi. Berbeda dengan pinjaman, penekanan Alquran soal utang-piutang harus dicatat dengan baik dan digunakan secara hati-hati. "Yang disebut praktisi pinjaman, prudent."

 

Sri Mulyani mengungkapkan, asas-asas ekonomi Islam dalam Maqashid asy-syariah sangat cocok menjadi solusi utama mengeluarkan Indonesia dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap. Maqashid Asy-syariah adalah keadilan, kejujuran, transparansi, tata kelola yang baik hingga pengelolaan sumber daya manusia (SDM). Ini menurutnya bisa diusahakan untuk menggeliatkan ekonomi.

 

"Yang disebut middle income trap itu tata kelola buruk. Biasanya tidak jujur, korupsi, tidak terorganisasi, tidak rapi, jadi cocok jadi salah satu solusi nilai-nilai kita untuk bisa mengatasi isu middle income trap," katanya.

 

Selain itu, dalam mengelola SDM, Sri menilai, ekonomi dan keuangan syariah menganut prinsip pemerataan. Artinya, orang yang memiliki dana berlebih akan menyalurkannya untuk membantu fakir miskin dan anak yatim. "Dalam Alquran banyak sekali bicara harus beri perhatian pada orang miskin, anak yatim, investasi SDM. Ini penting banget, tidak boleh ada masyarakat tertinggal. Ini cocok dengan middle income trap dalam kita menyusun ikhtiar tadi." 

 

Menteri Sri mengimbau seluruh ahli ekonomi Islam membuat kajian yang sifatnya besar, tidak mikro saja, dalam menghubungkan potensi ekonomi Islam dengan ekonomi riil. Sebab sifat ekonomi Islam menurutnya inklusif, memberi solusi, relevan dan terbukti. "Saya harap ikhtiar semacam ini menjadi suatu menu pembahasan di antara kita, sehingga Indonesia makin kaya dengan pemikiran-pemikiran dan termasuk instrumen yang khusus islamic social finance, wakaf atau zakat." ***