SSMS dan BOSF Kedatangan 2 Individu Orangutan Lagi di Pulau Salat
Pulau Salat Kedatangan Penghuni Baru 2 Individu Orangutan. Foto/Rizki EmitenNews
EmitenNews.com -PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) bersama Yayasan BOSF kembali melepasliarkan 2 individu orangutan yang telah menyelesaikan tahap rehabilitasi di Sekolah Hutan untuk melanjutkan ke tahap pra-pelepasliaran di Badak Besar di Gugusan Pulau Salat, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Dengan bertambahnya 2 individu Orangutan ini, maka jumlah Orangutan di Pulau Salat ada sebanyak 41 individu.
Sawit Sumbermas Sarana (SSMS) bersama Yayasan BOSF memindahkan kembali 2 orangutan yang telah menjalani masa rehabilitasi di Sekolah Hutan Nyaru Menteng, untuk menjalani tahap akhir rehabilitasi sebelum kelak dilepasliarkan ke hutan.
Dua orangutan yang dipindahkan terdiri dari 1 jantan dan 1 Betina. Mereka telah menjalani proses rehabilitasi yang cukup lama di Sekolah Hutan dan kini dinilai telah siap untuk menjalani tahap selanjutnya di pulau pra-pelepasliaran orangutan di Pulau Badak Besar, di Gugusan Pulau Salat.
Gugusan Pulau Salat adalah wilayah yang terletak di delta Sungai Kahayan dan dikelola bersama oleh SSMS dan BOSF untuk dijadikan wilayah konservasi orangutan di Kalimantan Tengah dengan luas wilayah lebih dari 2.000 hektar. Gugusan Pulau Salat dipilih karena memiliki ekosistem hutan yang menyerupai habitat asli orangutan, dengan sumber pakan alami yang cukup di dalamnya. Survei menunjukkan kawasan ini memiliki hutan berkualitas, terisolasi oleh air sungai sepanjang tahun, tidak teridentifikasi terisi populasi orangutan liar, cukup luas untuk mendukung kemampuan adaptasi, sosialisasi, memiliki cukup ketersediaan pakan orangutan, dan mampu menampung sekitar 200 orangutan.
Dengan berbagai karakteristik seperti hutan lindung, Pulau Badak Besar sebagai bagian dari Gugusan Pulau Salat dinilai dapat memberikan kesempatan bagi orangutan rehabilitasi untuk mematangkan instingnya secara mandiri di hutan. Pulau ini juga aman karena para orangutan dipantau penuh oleh para teknisi yang berdedikasi. Periode pra-pelepasliaran umumnya berlangsung selama satu sampai dua tahun sebelum orangutan dinilai siap dilepasliarkan ke habitat asli.
Setelah pemindahan ini, total orangutan yang ada di Pulau Badak Besar akan menjadi 41 individu. Di sini mereka mengembangkan semua keterampilan berburu, menyintas dan mengasah perilaku alami sampai kelak saatnya kembali ke hutan sejati. Kepedulian terhadap orangutan bukan hanya sekedar komitmen SSMS, melainkan juga sebagai pembuktian kepada dunia bahwa Perseroan sangat konsen dengan Keberlanjutan.
Jap Hartono, Direktur Utama Sawit Sumbermas Sarana mengatakan, SSMS berkomitmen tinggi dengan hal Keberlanjutan, melindungi Orangutan merupakan bukti kami dalam menjaga sesama makhluk hidup. Bukan hanya itu, menjaga kelestarian lingkungan dan habitatnya adalah salah satu dari berbagai program Keberlanjutan. Hal lainnya, sinergi Perseroan dengan NGO lingkungan dan konservasi BOSF telah berhasil membantu sebanyak 134 individu Orangutan dapat merasakan layaknya “rumah” mereka di Pulau Salat.
“Kami menyadari pentingnya lingkungan dengan keanekaragaman hayati yang harus dijaga dengan baik, hal tersebut menjadi aspek penting dari Kebijakan Keberlanjutan Perusahaan. Kami terus berusaha dan berharap kolaborasi dalam melindungi Orangutan dapat terus berlangsung dengan baik, sehingga keberadaan Perseroan dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar,” ujar Jap Hartono.
Program Pulau Salat ini merupakan satu dari empat program RaCP (Remediation and Compensation Plan) yang dijalankan SSMS sebagai prasyarat pemenuhan terhadap sertifikasi RSPO. Sejak 2023 akhir SSMS telah merampungkan seluruh operasional perkebunannya dan pabrik pengolahan kelapa sawit (mills) telah tersertifikasi RSPO (RSPO 100% Certified Mills). Adapun pada agenda Buyer dan Media Gathering, Pra-pelepasliaran Orangutan di Pulau Salat menandai langkah penting dalam upaya berkelanjutan untuk mempromosikan produksi minyak kelapa sawit yang bertanggung jawab sekaligus melindungi spesies yang rentan seperti orangutan.
Acara ini tidak hanya menunjukkan dedikasi untuk melestarikan satwa liar tetapi juga menyoroti dampak positif praktik minyak kelapa sawit berkelanjutan terhadap keanekaragaman hayati. RSPO bangga mendukung inisiatif ini dan berkolaborasi dengan mitra industri yang sama-sama berkomitmen untuk melindungi lingkungan alam. Dengan merehabilitasi dan melepaskan orangutan kembali ke habitat alami mereka di Pulau Salat, acara ini menunjukkan hubungan penting antara keberlanjutan dalam industri minyak kelapa sawit dan konservasi satwa liar.
Konservasi melalui Sertifikasi RSPO :
- Pada tahun 2022, 362.000 hektar hutan dan kawasan yang dinilai perlu untuk konservasi telah dilindungi secara global melalui standar, sistem, dan prosedur RSPO, yang merupakan kawasan yang luasnya hampir enam kali luas DKI Jakarta.
- Indonesia merupakan kawasan konservasi dengan proporsi terbesar, yakni sebesar 150.000 hektar atau 40% dari total kawasan konservasi RSPO.
Konservasi Keanekaragaman Hayati
- Kawasan seluas 362.657 ha, atau 15 kali luas Kuala Lumpur, telah dilestarikan dan dilindungi melalui sertifikasi RSPO.
- Dilindungi dan dikelola oleh perkebunan dan pabrik bersertifikat, kawasan ini tersebar di seluruh dunia di 17 negara, dengan proporsi kawasan konservasi tertinggi di Indonesia (150.256 ha), Gabon (74.109 ha), Brasil (63.224 ha), dan Malaysia (22.296 ha).
Guntur Cahyo Prabowo, Head of Smallholder RSPO mengatakan di RSPO, kami percaya bahwa produksi minyak sawit berkelanjutan dapat menjadi kekuatan untuk kebaikan, tidak hanya bagi masyarakat tetapi juga bagi ekosistem. Pra-pelepasliaran orangutan di Pulau Salat merupakan pengingat yang kuat bahwa dengan pendekatan yang tepat, kita dapat melindungi spesies yang terancam punah sekaligus mempromosikan praktik minyak sawit yang bertanggung jawab.
Mengapa Mereka Penting
Sebagai salah satu kerabat dekat manusia, orangutan memiliki kecerdasan tinggi. Mampu menjalin hubungan personal dan merasakan emosi, seperti duka akibat kehilangan, menunjukkan bahwa orangutan jauh lebih dekat dengan kita dari perkiraan sebelumnya. Hal ini lebih tampak jelas dari penamaan ‘orangutan’ yang berarti ‘orang dari hutan’.
Sebagai spesies kunci, orangutan berperan penting dalam kesehatan ekosistem hutan tropis, habitat mereka. Mereka menyebar biji sembari mengkonsumsi berbagai jenis buah, mampu mencerna biji berukuran lebih besar ketimbang hewan frugivor lain, dan menjelajah jarak yang luar biasa sembari membuang biji. Dengan melindungi orangutan di habitat alaminya, ratusan spesies flora-fauna juga terlindungi. Menjaga ekosistem hutan ini sama pentingnya bagi manusia dengan bagi keanekaragaman hayati itu sendiri.
Kehilangan hutan tropis di Kalimantan akan menimbulkan bencana ekologis, yang tidak hanya berdampak pada masyarakat setempat, namun juga seluruh penghuni planet ini. Jika hutan ini terbakar, simpanan karbon dalam jumlah besar akan terlepas ke atmosfer dan memperburuk dampak perubahan iklim. Jika hutan musnah, masyarakat setempat tentu kehilangan mata pencaharian dan sumber daya yang tak ternilai. Seluruh dunia pun merugi. Hutan tropis telah lama menjadi sumber bahan baku obat-obatan. Saat ini, ilmuwan tengah mengembangkan obat kanker dan AIDS, yang berbahan baku tumbuhan dari Kalimantan.
Related News
Indonesia, Tantangan Pemberantasan Korupsi Butuh Komitmen Pemerintah
Dari CEO Forum Inggris, Presiden Raih Komitmen Investasi USD8,5 Miliar
Menteri LH Ungkap Indonesia Mulai Perdagangan Karbon Awal 2025
Polda Dalami Kasus Kabag Ops Tembak Kasat Reskrim Polres Solok Selatan
Ini Peran PTPP Dalam Percepatan Penyelesaian Jalan Tol Jelang Nataru
Keren Ini! Rencana Menaker, Gelar Bursa Kerja Setiap Pekan