EmitenNews.com - Cukup gigih sikap Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai memperjuangkan penghapusan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK). Ia memastikan, penghapusan itu sudah menjadi sikap publik yang cenderung senada dengan Kementerian HAM.

Kepada pers, di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa (15/4/2025), Natalius Pigai mengatakan pimpinan DPR RI, komunitas, hingga masyarakat sipil telah menyuarakan pendapat yang menyetujui usulan Kementerian HAM untuk menghapus SKCK.

“Penghapusan SKCK sudah menjadi sikap publik. Jadi, kami berharap supaya institusi yang bersangkutan itu harus juga menghormati keinginan publik,” ucap Menteri HAM Natalius Pigai seperti ditulis ANTARA.

Kementerian HAM telah berkoordinasi dengan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengenai usulan itu, namun sejauh ini ia mengaku belum mengetahui sikap jelas Kapolri.

Kementerian HAM berkirim surat kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang berisi usulan agar SKCK dihapus karena dinilai berpotensi menghalangi hak asasi warga negara.

Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM Nicholay Aprilindo mengatakan surat tersebut ditandatangani oleh Menteri HAM Natalius Pigai dan telah dikirim ke Mabes Polri pada Jumat (21/3/2025).

"Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis," kata Nicholay.

Usulan untuk menghapus SKCK muncul dari hasil kajian Kementerian HAM yang turun ke berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas). Pihaknya mendengar keluhan narapidana atau warga binaan, khususnya narapidana residivis.

Warga binaan yang telah selesai dibina di lapas dapat kembali ke lingkungan sosial sebagai masyarakat sejati. Karena itu, kata Natalius Pigai, negara tidak boleh menyandera atau merampas hak setiap orang dengan melabelinya sebagai “mantan narapidana”.

Dengan adanya label tersebut, dapat menghambat eks warga binaan untuk mencari nafkah. Selain itu, label “mantan narapidana” yang tertera di SKCK juga dinilai menimbulkan diskriminasi karena dapat menghambat seseorang untuk mengembangkan diri dalam kariernya.

Karena itu, Menteri HAM berharap pihak yang memiliki kewenangan menurut undang-undang terkait penerbitan SKCK dapat mempertimbangkan pandangan publik mengenai usulan penghapusan maupun mengevaluasi SKCK.

Sementara itu, Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Prof Hibnu Nugroho menilai pemberlakuan SKCK layak dihapus. Pasalnya, kata dia, tidak selaras dengan hak asasi manusia (HAM) dan berpotensi menghalangi hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan.

"Dalam hal sisi hak asasi manusia, SKCK memang sangat merugikan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu.

Dengan semangat itu, Prof Hibnu Nugroho sepakat dengan usulan penghapusan layanan penerbitan SKCK yang selama ini dilayani oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

SKCK merupakan catatan seseorang sebagai bukti bahwa yang bersangkutan berperilaku baik atau tidak pernah melakukan tindak kriminal atau kejahatan berdasarkan data kepolisian.

Pemberlakuan SKCK membatasi hak asasi manusia dan sangat merugikan terutama bagi mantan narapidana ketika hendak mencari pekerjaan yang layak.

Perilaku pencari kerja sebenarnya dapat terlihat saat yang bersangkutan menjalani wawancara, apakah sesuai atau tidak sesuai dengan kehendak perusahaan selaku pengguna.