Tak Gentar Bisnis di Usia Muda, Petani Milenial Sukses Angkat Kopi Bantaeng
Malik petani milenial asal Bantaeng, Sulawesi Selatan yang merintis usaha kopi sejak 2015, didukung Hibah Kompetitif dari Program YESS kini berkembang menjadi petani dan wirausahawan milenial. dok. ist..jpg
EmitenNews.com - Tahun 2022, Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo menargetkan penanaman 10 juta pohon kopi di seluruh Indonesia. Komoditas kopi potensinya sangat besar meningkatkan perekonomian nasional lantaran peminat kopi Indonesia tersebar di seluruh dunia. Berbagai hasil survei dan data statistik menunjukkan, minum kopi trend yang menjamur di seluruh dunia. Diharapkan seluruh kafe di dunia memiliki stok kopi Indonesia sebagai sajian khas nusantara.
"Kopi Indonesia adalah kopi tropis yang pasarnya cukup terbuka di dunia. Alhamdulillah kopi Indonesia sangat diminati eksportir dan buyers global. Presiden Joko Widodo meminta Kementan bersama seluruh stakeholders termasuk pemerintah daerah, gubernur dan bupati agar melakukan penanaman kopi sebagai tanaman khas. Tahun ini [2022) kita targetkan 10 juta pohon," kata Mentan Syahrul beberapa waktu lalu.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi mengatakan guna mendukung pembangunan pertanian maju, mandiri dan modern, perlu dilakukan penyiapan, pencetakan SDM pertanian unggulan di antaranya melalui Program YESS. “Saat-saat ini dibutuhkan sekelompok anak muda yang memiliki loyalitas dan integritas tinggi untuk memajukan sektor pertanian Indonesia.
Sudah saatnya, pertanian dikelola oleh generasi milenial yang menggunakan kreativitas dan inovasinya sehingga pertanian ke depan, modern, tak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya juga berorientasi ekspor. Kopi merupakan komoditas menjanjikan. Kopi minuman terbanyak kedua yang dikonsumsi manusia setelah air mineral. Artinya, permintaan pasar terhadap kopi sangat tinggi.
Di Bantaeng, catatan tertua tentang kopi ditemukan pada buku 'The Malay Archipelago' karya Alfred Russel Wallace, yang bercerita tentang temannya, William Mesman, pengusaha yang memiliki kebun kopi di Bontyne, saat ini dikenal sebagai Bantaeng. Di tangan Mesman, Kopi Bantaeng menjadi komoditas ekspor sejak tahun 1800-an. Artinya, secara kualitas, kopi Bantaeng sudah unggul sejak tahun 1800-an. Sayangnya, pengetahuan dan tradisi pengelolaan kopi dengan kualitas unggul telah lama menghilang.
Petani Milenial Bantaeng
Adalah Malik petani milenial asal Bantaeng, Sulawesi Selatan yang merintis usaha kopi sejak 2015. Bertepatan dengan booming-nya film Filosofi Kopi, ia membuka kafe di Makassar, dan mulai belajar kopi specialty. Tertarik mempelajari kopi lebih jauh, ia magang di Balang Institute. Ia ikut menyusun modul agroforestri kopi dan melatih petani menerapkannya. Malik.mendorong petani memanen buah kopi yang benar-benar matang atau berwarna merah. Mengajarkan sortasi buah matang dan sortasi buah rusak. Magang di Balang Institute membuat pengetahuannya tentang kopi lebih komprehensif dan sistematis. Pada 2019, dia melabeli usahanya dengan nama Bantaeng Coffee. Keterbatasan modal tidak mematahkan semangatnya.
Membeli gabah kopi dari petani yang melakukan panen merah dan sortasi buah dengan selisih harga Rp2.000, lebih mahal dari pedagang biasa pun dilakoni. Kata Malik, pengolahan kopi pascapanen dilakukan dengan ketat. Gabah dijemur hingga kadar air 12 persen lalu di-hulling. Kemudian dilakukan screen grader untuk memilah green bean menjadi empat jenis sesuai ukuran, atau volume. "Setelah itu dilakukan sortasi biji rusak untuk memisahkan biji hitam, pecah-pecah dan berlubang. Hasilnya Bantaeng Coffee mendapatkan cuping score 36.”
Untuk pemasaran, katanya, green bean Bantaeng Coffee diperkenalkan pada rostery di Makassar, Jakarta, Bogor dan Samarinda. Skema penjulan ke roastery mampu menyerap 60 kg hingga 70 kg green bean per bulan. Pada akhir 2019, PT NKK, pembeli besar dari Jakarta mengajukan penawaran pembelian hingga 10 ton untuk musim panen 2020. Sayangnya pandemi Covid-19 melanda, seluruh skema penjualan yang telah dia susun pun otomatis berantakan. “Pandemi memaksa Bantaeng Coffee mengambil langkah adaptif. Pasar roasted bean dijajaki, agen penjualan segera buka di Makassar dan Sulbar."
Tak berhenti di situ, Bantaeng Coffee mulai membuat beragam produk turunan kopi, seperti sabun, lip balm, body scrub, body butter dan body mist. Dengan mengandalkan penjualan roasted bean dan upaya memperkenalkan produk turunan kopi, Bantaeng Coffee berusaha tegar di tengah pandemi covid-19.
Beruntung Malik bertemu dengan Program Youth Entrepreneurship and Employment Support Services (YESS) yang dibiayai oleh International Fund for Agricultural Development (IFAD). Tahun 2021, ia mendapatkan banyak pelatihan di Program YESS, mulai dari pelatihan peningkatan kapasitas pembuatan proposal, pelatihan kewirausahaan, pelatihan marketing berbasis IT. “Alhamdulillah, Bantaeng Coffee mendapatkan bantuan HK sebesar Rp40 juta yang digunakan membeli mesin roasting, grinder, huller dan kemasan.”
Setelah mendapatkan bantuan yang difasilitasi Program YESS, Malik bisa meningkatkan produksi sekaligus membuka ruang belajar dan bekerja kepada petani milenial lainnya untuk bermitra dengan Bantaeng Coffee sebagai pemasok atau sales marketing. Pada 25 - 27 Januari 2022, Bantaeng Coffee hadir pada Festival Pesona Kopi Agroforestry yang dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta.
Salah satu rangkaian Festival Pesona Kopi Agroforestry adalah meet seller-buyers, Bantaeng Coffee mendapat kesempatan untuk ikut sebagai peserta. Pada kesempatan tersebut, Bantaeng Coffee berhasil menandatangani kontrak dengan PT Kaldera untuk penjualan 18 ton green bean arabika specialty. Minimal 20 juta dalam sebulan diraih petani milenial berusia 25 tahun tersebut. “Pada kesempatan tersebut saya menjelaskan peran Bantaeng Coffee dalam mendorong perbaikan tutupan lahan melalui penerapan agroforestry kopi dan sebagai habitat bagi spesies endemik Sulawesi, seperti kus-kus beruang dan tarsius."
Kontrak dengan PT Kaldera menjadi titik balik kebangkitan kopi di Bantaeng. Malik meyakini kopi adalah jalan keluar bagi peningkatan pendapatan petani di dataran tinggi Bantaeng, sekaligus potensi lapangan kerja yang luas bagi generasi muda. Ia menyebutkan, kopi bukan hanya komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi, juga tanaman mendukung perbaikan bentang alam yang merupakan bagian dari upaya melawan krisis iklim. "Jangan takut untuk sukses di usia muda.” ***
Related News
Mobil Baru Mahal,Gaikindo Ungkap Yang Bekas Penjualannya Meningkat
Distribusi Reksa Dana MONI II Kelas Income 2, Bank DBS Kolaborasi MAMI
IFG Gelar Research Dissemination 2024, Hadirkan Dosen Sejumlah PT
Sampai 19 November Rupiah Melemah 0,84 Persen dari Bulan Sebelumnya
BI Kerahkan Empat Instrumen untuk Jaga Stabilitas Rupiah
Membaik, Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan II Surplus USD5,9 Miliar