Terbitkan SP3 Kasus Izin Tambang Nikel Rp2,7T, KPK Ungkap Alasannya
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi. Dok. Pemprov Jateng/KPK.
EmitenNews.com - Kasus korupsi izin pertambangan nikel yang menjerat mantan Bupati Konawe Utara Aswad Sulaiman dihentikan penyidikannya. Komisi Pemberantasan Korupsi mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus suap yang awalnya dinilai merugikan keuangan negara Rp2,7 triliun itu. Keputusan tersebut memberikan kepastian hukum lantaran tak ditemukan bukti cukup dan kasusnya sudah kedaluwarsa.
Kabupaten Konawe Utara selama ini dikenal dengan hasil tambang nikel. Wilayah tersebut menjadi penghasil nikel terbesar di Sulawesi Tenggara.
Dalam keterangannya yang dikutip Senin (29/12/2025), Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengemukakan, penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan yang dilakukan. Pasal 2, Pasal-3 nya yaitu terkendala dalam penghitungan kerugian keuangan negara.
"Kemudian dengan tempus perkara yang sudah 2009 ini juga berkaitan dengan daluwarsa perkaranya, yakni terkait Pasal suapnya," katanya.
Budi Prasetyo menjelaskan penerbitan SP3 tersebut juga untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepada para pihak terkait, karena setiap proses hukum harus sesuai dengan norma-norma hukum.
Keputusan tersebut sesuai dengan asas-asas pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK yang diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang mengatur kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
KPK menetapkan Aswad Sulaiman sebagai tersangka kasus korupsi terkait pemberian izin pertambangan nikel di wilayah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, pada Oktober 2017 lalu. KPK menduga bupati Konawe Utara 2007-2009 dan 2011-2016 itu, merugikan keuangan negara hingga Rp2,7 triliun, dari penjualan nikel atas pemberian izin kepada sejumlah perusahaan yang disinyalir melawan hukum.
"Indikasi kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,7 triliun yang berasal dari penjualan hasil produksi nikel yang diduga diperoleh akibat perizinan yang melawan hukum," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa 3 Oktober 2017.
KPK menduga Aswad selaku pejabat bupati Konawe Utara menerbitkan izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha produksi operasi produksi kepada sejumlah perusahaan mulai 2007 sampai 2014.
Menurut Saut, selain merugikan negara hingga Rp2,7 triliun, Aswad juga diduga menerima suap Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan terkait pertambangan nikel selama 2007-2009. "Diduga menerima Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan yang mengajukan izin kuasa pertambangan kepada Pemkab Konawe Utara."
Karena itu, KPK menjerat Aswad melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ***
Related News
Pemerintah Terapkan Hukuman Pidana Kerja Sosial Mulai Januari 2026
Pemulihan Bencana Sumatera, Pemerintah Impor 100 Jembatan Bailey
Tembus Jalur Darat, Pertamina Pasok BBM ke SPBU Bener Meriah
Tom Lembong Harap MA Jalankan Rekomendasi Sanksi Hakim Nonpalu
Bantuan Pemerintah Rp8 Juta Per Keluarga Korban Bencana Sumatera
Kapal Wisata Tenggelam di Labuan Bajo, Tim Masih Cari 4 WNA Spanyol





