Gunawan (bukan nama sebenarnya) akhirnya tetap meneruskan membangun rumah, sekalipun banyak ekonom meramalkan ekonomi Indonesia bakal suram. Ia tetap optimistis mengingat backlog (kesenjangan antara ketersediaan rumah dengan permintaan) lebih dari 1,2 juta unit di Jakarta sampai awal 2022. “Jika saya berhenti membangun, para pekerja anak anak Cirebon ( 9 orang) itu akan pulang kampung menganggur,” katanya. “Transfer gaji mereka ke kampung terhenti, warung Tegal di sini juga akan berkurang pengunjungnya.”
Sikap Gunawan itu menjadi salah satu pendorong dalam melumasi perekonomian agar terus bergerak. Konsumsi atau belanja masyarakat Indonesia seperti dilakukan Gunawan dan para pekerja konstruksinya sangat penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi. Produk Domestik Bruto (PDB) seperti diketahui mayoritas (51,47% pada kuartal II 2022) ditopang konsumsi rumah tangga sehingga pertumbuhan PDB mencapai 5,44% secara tahunan.
Jadi, jangan berhenti membelanjakan rupiah anda untuk membeli barang dan jasa lokal sekalipun pengeluaran akan lebih besar karena harganya sudah naik. Belanja jasa bisa dikerjakan dengan mengunjungi tempat wisata, misalnya, dan memanfaatkan transportasi publik. Belilah cendera mata dan penganan lokal. Belanja Anda akan membantu ekonomi tetap bergerak. Tidak perlu pelesir ke luar negeri, apalagi kini harus membeli dollar dengan harga sudah melampaui Rp.15.000 per dollar Amerika.
Presiden Djoko Widodo juga sudah menganjurkan agar masyarakat lebih memilih berwisata di dalam negeri (inbound) ketimbang ke luar negeri (outbound) yang hanya akan menguras devisa. Ia lalu menyebut sejumlah tempat wisata lokal yang unggul. Dia prihatin, di saat ekonomi masih tertekan akibat pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran Covid-19, mereka yang berwisata ke luar negeri jauh lebih banyak daripada yang masuk.
Benar naiknya harga barang dan jasa, apalagi setelah BBM naik pada 3 September 2022, memaksa masyarakat mengeluarkan rupiah lebih banyak termasuk dari simpanannya di bank. Indikasinya bisa dilihat pada berkurangnya simpanan di bawah Rp.500 juta – terutama pada segmen Rp.100 juta. Simpanan sampai Rp.100 juta, misalnya, jumlahnya turun 0,9% jadi Rp.970 trilyun per Agustus (LPS September 2022).
Padahal sebelum menaikkan BBM, pemerintah sudah menyiapkan bantalan sosial: bantuan langsung tunai BBM, subsidi upah, dan bantuan dari dana transfer umum ke daerah. Untuk menjaga daya beli dialokasikan anggaran Rp.24,17 trilyun. Dengan skim itu, BLT akan didistribusikan kepada 20,65 keluarga penerima manfaat (Rp.12,4 trilyun) yang sudah diberikan sejak Agustus lalu Rp.300.000/keluarga. Lalu untuk subsidi upah dengan gaji maksimum Rp.3,5 juta untuk 16 juta pekerja dialokasikan Rp.9,6 trilyun. Kemudian Rp.2,17 trilyun untuk sector transportasi dan tambahan perlindungan sosial di daerah.
Efek dari usaha memelihara daya beli itu diharapkan bisa mendorong permintaan barang dan jasa lokal. Survai Bank Indonesia Agustus lalu menujukkan, di tengah menguatnya ekspektasi konsumen terhadap ekonomi 6 bulan ke depan, telah mendorong konsumen tetap berbelanja. Indikasinya bisa dilihat dari rasio pendapatan konsumen yang dipakai berbelanja naik dari 73,4% ke 73,6% (average propensity to consume ratio)
Sementara rasio sisa pendapatan konsumen yang ditabung (saving to income ratio) cenderung menurun turun dari 17% (Juli) ke 16,8% (Agustus). Kenaikan belanja konsumen di satu pihak sementara terjadi penurunan pendapatan yang ditabung di pihak lain, bisa dibaca sebagai usaha konsumen mendapatkan barang dan jasa sejenis dengan rupiah lebih banyak lagi (termasuk dari simpanannya). Inflasi menyebabkan bertambahnya pengeluaran (cost push inflation)
Dorongan melumasi perekonomian pasti akan lebih besar jika mereka yang mempunyai simpanan Rp 2 milyar s/d Rp.5 milyar yang dimiliki hampir 200 ribu orang, ikut menaikkan belanjanya di dalam negeri. Daya beli kelompok ini bisa diandalkan. Menyimpan uang tabungan atau deposito tetap perlu, tapi jika sampai takut dengan ramalan bahwa ekonomi akan suram pada 2023, ekonomi bisa melambat: para pekerja lepas (nonfixed income) pasti bakal terpukul lebih awal
Menyimpan uang di bank terlalu besar juga “tidak menyehatkan” karena sejumlah bank kini kelebihan likuiditas. Simpanan di bank ternyata lebih banyak diamankan ke Bank Indonesia. Lihat saja, BCA, misalnya, lebih dari Rp.200 trilyun (per 30 Juni) ditempatkan ke BI dan sejumlah bank lain (Rp.87 trilyun) dari dana pihak ketiga Rp.1.100 trilyun yang diterima dari masyarakat. BCA sudah kenyang, agar dana tidak banjir masuk, bunga atas simpanannya disetel rendah
Pemerintah dan sektor usaha perlu melakukan kegiatan promosi barang dan jasa untuk tetap mempertahankan permintaan. Paket promosi perjalanan wisata antara perusahaan transportasi, penyedia akomodasi hingga tempat wisata dan UMKM produsen cendera mata perlu lebih kompetitif dalam biaya dan rapi dalam penanganan. Jika konsumen nyaman, belanja mereka pasti akan lebih besar, sehingga konsumsi terjaga tetap tinggi.
Related News
Andalkan Konsumsi, Pemerintah Optimis Pertumbuhan 8 Persen Tercapai
Hingga 17 Desember Rupiah Melemah 1,37 Persen dari November 2024
Ekonomi Global Belum Kuat, Ekspor Nonmigas Diprakirakan Melambat
RUPSLB Bundamedik (BMHS) Angkat Retno Marsudi jadi Komisaris
Sinarmas Multiartha (SMMA) Tawarkan Obligasi Berkelanjutan Tahun 2025
Setor Modal Rp221,47M, bjbr Pemegang Saham Pengendali Bank Jambi