EmitenNews.com - Lantai bursa bakal diramaikan oleh PT Titan Infra Sejahtera (TIS). Perusahaan penyedia jasa infrastruktur yang beroperasi di Sumatera Selatan ini, berencana melakukan Initial Public Offering (IPO) atau penawaran saham perdana pada 2025. Rencananya, TIS akan melepas 10 persen sahamnya ke publik.

TIS memiliki dua anak usaha, yakni PT Servo Lintas Raya (SLR) dan PT Swarnadwipa Dermaga Jaya (SDJ). SLR mengoperasikan 118 KM jalan hauling, sedangkan SDJ mengoperasikan pelabuhan di Sungai Musi untuk mengapalkan komoditas yang diangkut.

Dalam keterangannya, Senin (16/12/2024), Presiden Direktur PT SLR/ PT SDJ Victor B. Tanuadji mengatakan, pilihan IPO TIS berdasarkan pertimbangan bahwa inti bisnis di bidang infrastruktur lebih bisa “mendekati” kepentingan investor yang peduli dengan isu lingkungan. “Ini memang infrastruktur saja, tidak ada tambang dalam TIS.”

Victor berkeyakinan, saham TIS akan diterima pasar. Sebagai gambaran EBITDA (earning before interest, tax, depreciation, and amortization: istilah umum untuk menggambarkan performa keuangan sebuah perusahaan), tahun lalu TIS mencatatkan sebesar USD100 juta. 

“Tahun ini kami optimis angka itu akan bertambah,” katanya.

Direktur Operasi PT Titan Infra Energy, holding TIS, Suryo Suwignjo menjelaskan, revenue atau pendapatan TIS berkait langsung dengan seberapa besar komoditi utama yang diangkut. Yaitu batu bara melewati jalan hauling SLR dan yang dikapalkan SDJ.

Tahun ini, misalnya, besaran batu bara yang lewat dan dikapalkan TIS sebanyak 21 juta ton, meningkat sekitar 15 persen dari tahun 2023 yang sebesar 18 juta ton. Dan tahun depan diperkirakan menjadi 27 juta ton.

Bagusnya, sejak tahun ini, PT Bukit Asam Tbk, mulai mengirimkan produksi batu bara mereka melalui jalur dan pelabuhan batu bara TIS. Tentu ini membawa angin segar bagi perusahaan. Victor meyakini, batubara Bukit Asam yang melewati jalan TIS dari tahun ke tahun akan terus bertambah. Apalagi di tengah harga batu bara yang relatif stabil di harga USD125 dolar per ton. 

Bahkan untuk mengantisipasi terjadi bottleneck, penyumbatan di jalur lalu lintas, akibat lonjakan angkut dan pengapalan itu, tahun ini TIS sudah menambah jumlah pelabuhan dari 2 menjadi 3 pelabuhan dengan 5 konveyor. Rencananya, tahun depan akan menambah 1 konveyor lagi.

Victor optimistis masa depan perusahaannya cemerlang di masa depan. Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir utama batu bara termal di dunia, saat ini pasokannya didominasi tambang-tambang di Kalimantan. Masalahnya, biaya stripping atau pengerukan batu bara di Kalimantan sudah semakin mahal lantaran usia penambangan yang sudah cukup lama. 

“Dengan biaya pengerukan yang kian mahal, harga menjadi tidak kompetitif. Ruang inilah yang menjadi masa depan kami.” ucap Victor, berbinar.

Optimisme Victor itu tidak berlebihan. Fakta menunjukkan, saat ini Sumatera adalah penghasil batu bara terbesar ke dua di Indonesia. Dan Sumatera Selatan, wilayah operasi TIS berada, adalah penyumbang terbesar dari produksi batu bara di Sumatera.   

Cadangan batu bara di Sumatera Selatan tercatat sebanyak 9,3 miliar ton. Jumlah ini 25% dari cadangan batu bara nasional yang mencapai 37,6 miliar ton. Konsentrasi tambang batu bara di Sumatera Selatan berada di tiga wilayah kabupaten, yakni Muara Enim, Lahat, dan Ogan Komering Ulu. Di Muara Enim saja setidaknya ada 29 izin usaha pertambangan yang keluarkan pemerintah. 

Tahun ini, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumatera Selatan menargetkan produksi batu bara mencapai 131 juta ton. 

Angka-angka itulah masa depan TIS. Ketika lumbung batu bara di Kalimantan mulai menipis dan biaya produksi makin mahal, tak pelak batu bara Sumatera Selatan akan dilirik pembeli. 

Seberapa besar TIS akan melepas sahamnya ke publik. Dengan diplomatis Suryo mengatakan, “Sesuai aturan bursa minimal kami akan melepas saham sebesar 10 persen”. ***