EmitenNews.com - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai Agustus 2024 defisit Rp153,7 triliun. Realisasi itu setara dengan 0,68% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Bagusnya, Mbak Ani memastikan hal itu masih dalam track sesuai dengan UU APBN 2024. Hingga Agustus 2024, pemerintah telah menarik utang Rp347,6 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan hal tersebut dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (23/9/2024).

Menkeu Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, defisit APBN ini berarti pendapatan lebih kecil dibanding jumlah pengeluaran pemerintah. Meski begitu, dari sisi keseimbangan primer tercatat masih surplus Rp161,8 triliun.

Sampai Agustus 2024, pendapatan negara terkumpul Rp1.777 triliun atau turun 2,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Pendapatan itu berasal dari pajak, bea cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

"Ini artinya 63,4% dari target dan ini kontraksinya 2,5% yoy. Kontraksi ini jauh lebih kecil dibandingkan pada bulan-bulan sebelumnya," tutur Sri Mulyani.

Saat pendapatan negara turun, belanja negara telah mencapai Rp1.930,7 triliun atau melonjak 15,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Belanja itu terdiri atas belanja K/L, belanja non K/L dan transfer ke daerah.

"Sejak awal tahun 2024, pertumbuhan dari belanja negara double digit. Ini karena kita ada kebutuhan untuk pemilu, membelanjakan terutama untuk bantuan sosial El Nino. Semua itu menyebabkan belanja negara meningkat," urai Sri Mulyani.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan I Suahasil Nazara membeberkan pemerintah telah menarik utang sebesar Rp347,6 triliun hingga akhir Agustus 2024. Realisasi itu setara dengan 53,6% dari target penarikan utang tahun ini sebesar Rp648,1 triliun.

Dari total tersebut, penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto mencapai Rp310,4 triliun. Realisasi itu mencapai 46,6%, tumbuh tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp183 triliun.

"Tentu dengan pendanaan APBN yang lebih besar, kita merealisasikan Rp310,4 triliun, tetapi kita menerima incoming inflow dari pasar SBN," kata Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTA di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2024).

Dengan adanya inflow itu, menurut Suahasil Nazara menguntungkan Indonesia karena memperbaiki yield dan biaya penerbitan utang atau biaya bunga.

Dari total Rp347,6 triliun, pinjaman neto mencapai Rp37,2 triliun atau 202,8%. Wamenkeu Suahasil memastikan pembiayaan 2024 dilakukan secara prudent dengan mempertimbangkan defisit dan kondisi likuiditas pemerintah. ***