EmitenNews.com - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara II Kartiko Wirjoatmodjo mengungkapkan penyebab lonjakan utang PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) pada tahun 2019. Utang itu berasal dari mandat yang diterima perseroan untuk menuntaskan sejumlah penugasan pemerintah.

 

Menurut Kartiko, atau biasa disapa Tiko, saat itu utang emiten konstruksi tersebut mencapai level tertinggi sebesar Rp90 triliun, terdiri atas Rp70,9 triliun utang bank dan obligasi serta sekitar Rp 20 triliun utang vendor.

 

Waskita Karya, kata Tiko, dalam beberapa tahun terakhir membantu pembangunan tol Trans Jawa dan tol Trans Sumatera. Tercatat sekitar 16 ruas tol yang digarap perusahaan berkode saham WSKT tersebut. "Sebelum penugasan, utang sekitar Rp 20 triliun. Setelah penugasan, memang naik 4 kali lipat,” ujar Tiko dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, Senin, (27/9/2021).

 

Dengan tertekannya kondisi keuangan Waskita Karya, mendorong pembuat kebijakan kebijakan, dalam hal ini, Kementerian BUMN, mengupayakan skema penyelamatan. Skema penyelamatan mulai dari restrukturisasi besar-besaran hingga penerbitan saham baru. Selain melakukan investasi di Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) pemegang konsesi hak jalan tol, Waskita Karya juga telah banyak melakukan akuisisi BUJT milik swasta yang pada 2016-2017 tidak ada perkembangan.

 

Akibatnya, Waskita Karya kini selain terbelit utang setelah menunaikan penugasan, ditambah lagi perseroan saat melakukan investasi tersebut belum pernah mendapatkan bantuan pemerintah. Pembayaran utang juga kian sulit karena berbarengan dengan terjadinya pandemi Covid-19 yang menekan pendapatan konstruksi serta pendapatan jalan tol yang sudah beroperasi milik Waskita.

 

Lebih jauh, Tiko mengatakan Waskita Karya hingga kini belum pernah mendapat Penyertaan Modal Negara (PMN) saat mengerjakan mandat pengembangan jalan tol sejak 2016. Hal tersebut tergolong unik karena biasanya perusahaan pelat merah mendapat suntikan PMN sebelum mengerjakan tugasnya. “Ini pelan-pelan kita bereskan, mudah-mudahan dalam 1-2 tahun ke depan vendor pun bisa kita bayar karena. Ini menjadi issue di publik terkait dengan ada keterlambatan,” pungkas Tiko.

 

Disisi lain, Komisi VI DPR RI telah menyetujui rencana right issue PT Waskita Karya yang merupakan tindak lanjut rapat kerja dengan Menteri BUMN terkait persetujuan usulan tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk Waskita Karya sebesar Rp7,9 triliun pada tahun anggaran 2021. Hal ini dikemukakan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Aria Bima ketika memimpin rapat dengan Wamen BUMN II dan Direksi Waskita Karya.


Dalam rapat yang diselenggarakan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (27/9/2021) tersebut, Aria Bima juga menyampaikan bahwa Komisi VI meminta PT Waskita Karya untuk melakukan monitoring dan perbaikan pengelolaan pasca restrukturisasi secara optimal kepada Waskita Induk dan anak perusahaannya, agar proses bisnis dapat berjalan dengan baik.


“Saya kira sudah tepat kalau hari ini kita memberi persetujuan right issue sebagai akibat persetujuan pemberian PMN kita. Dan menurut saya penugasan-penugasan yang semacam ini (kepada Waskita Karya), ukuran-ukuran benefit ratio di luar hal-hal yang menyangkut korporasi juga harus menjadi pertimbangan penting karena pembangunan ekonomi nasional itu sayapnya ada pada APBN dan BUMN,” ungkapnya.


Anggota Fraksi PDI-Perjuangan DPR RI ini pun berpesan, hal-hal yang menyangkut aspek keuangan merupakan hal yang penting dalam upaya menyejahterakan masyarakat. Sehingga, ia mengemukakan pendapat yang dianggapnya penting, yakni mengenai pemisahan aspek antara BUMN yang kepemilikan sahamnya telah dimiliki publik dengan BUMN yang mendapat penugasan oleh pemerintah.


“Ini saya kira menjadi penting karena kita ingin bernavigasi di dalam dua hal, satu pihak BUMN terutama yang sudah go public, yang kepemilikan sahamnya juga sudah dimiliki oleh public, yang satu pihak BUMN yang juga mengemban penugasan-penugasan dari pemerintah terkait dengan pembangunan ekonomi nasional,” jelasnya.