Karen juga dalam analisis JPU, disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan rapat umum pemegang saham sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2. 

Karen juga  memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013-2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012-2014.

Keduanya diberi kuasa untuk masing-masing menandatangani LNG SPA (Sales and Purchase Agreement) CCL Train 1 dan Train 2, meski belum seluruh Direksi Pertamina menandatangani Risalah Rapat Direksi (RRD) untuk LNG SPA CCL Train 1 dan tanpa didukung persetujuan direksi untuk LNG SPA CCL Train 2.

Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik. Sebab, terjadi over supply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Kejadian ini lantas membuat Pertamina menjual rugi LNG di pasar internasional.

Atas tindakannya, Karen diduga telah memperkaya diri sendiri Rp1.091.280.281,81 dan USD104.016,65. Selain itu, ia diduga turut memperkaya Corpus Christi Liquedaction sebesar USD113,839,186.60.

Kerugian negara ini diketahui berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik (BPK) RI dan Instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.

Mantan Wapres Jusuf Kalla sempat tampil dalam persidangan sebagai saksi meringankan. JK menilai tindakan Karen Agustiawan lebih merupakan terkait aspek bisnis. Karena itu, kerugian yang terjadi dianggap sebagai risiko bisnis.

Karen Agustiawan juga menampik tuduhan korupsi itu. Ia mengatakan, uang yang diterimanya adalah bagian honor, yang menjadi haknya. Bukan tindakan korupsi seperti ditudukan jaksa penuntut umum.  ***