EmitenNews.com — Platform big data dan artificial intelligence (AI) bidang peternakan, Sapimoo, dan PT Diagnos Laboratorium Utama Tbk (DGNS) menilai, konsultasi secara daring di tengah wabah penyakit bisa menjadi solusi penanganan masalah kesehatan.


Menurut Founder dan CEO Sapimoo, Deddy F Kurniawan, Kementerian Pertanian melaporkan bahwa wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi yang terjadi di Jawa Timur dan Aceh sejak 5 Mei 2022, saat ini berkembang hingga ke 17 provinsi.


"PMK adalah salah satu penyakit hewan menular paling berbahaya pada sapi, yang memiliki daya tular sangat cepat dan luas," kata Deddy dalam keterangannya dalam diskusi bertajuk "Apakah PMK Akan Menjadi Pandemi Peternakan Indonesia?", di Jakarta, Kamis (2/6).


Pada kesempatan yang sama, Presiden Komisaris DGNS, Ivan Rizal Sini, mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 membuktikan bahwa kebutuhan informasi kesehatan yang mudah diakses menjadi trend-shifter dalam komunikasi penyuluhan maupun deteksi dini penyakit pada manusia.


Sehingga, memungkinkan pula layanan kesehatan berbasis digital dapat menjembatani antara peternak dan petugas kesehatan. "Pengalaman telemedicine dalam penanganan pandemi Covid-19 telah dirasakan oleh masyarakat dan praktisi kesehatan," kata Ivan yang juga sebagai Komisaris Utama BMHS tersebut.


Lebih lanjut Deddy mengatakan, PMK pada sapi atau dikenal pula dengan wabah sapi ini telah berdampak negatif kepada para peternak, berupa kerugian akibat penurunan produktivitas susu, penurunan berat badan, biaya pengobatan, kematian hingga sapi yang harus diafkir untuk menghindari kerugian lebih besar.


Dia mengungkapkan, saat ini Indonesia memiliki 17 juta ekor sapi, namun pemenuhan kebutuhan daging dan susu sapi domestik masih bergantung pada impor. "Gangguan terhadap nilai ekonomi ini akan menyebabkan ancaman terhadap mata pencarian peternak, khususnya peternak mikro," ujar Deddy.


Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia ( PDHI ) Jawa Timur ini menyebutkan, permasalahan utama dalam penanganan kasus PMK pada sapi adalah minimnya pemahaman peternak terhadap penyakit, sehingga seringkali deteksi dan laporan tidak bisa dilakukan secara lebih dini yang akhirnya menghambat proses penyembuhan.


"Layanan konsultasi secara daring dengan menghubungkan peternak dengan petugas kesehatan hewan yang mumpuni diharapkan dapat menjembatani masalah gap komunikasi yang ada," ucap Deddy.


Menurut Deddy, platform Sapimoo diharapkan bisa menjadi solusi interaktif layanan kesehatan hewan dan reproduksi, dengan menitikberatkan pada pencatatan tanda dan gejala gangguan kesehatan maupun reproduksi sapi.


"Analisa dan rekomendasi diberikan secara daring kepada pengguna aplikasi Sapimoo dan diharapkan aplikasi ini dapat menjadi bagian dari solusi untuk membantu produktivitas peternak Indonesia," tuturnya.