EmitenNews.com — Fitch Ratings telah merevisi Outlook tentang Peringkat Penerbit Jangka Panjang (IDR) Perusahaan PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) yang berbasis di Indonesia menjadi Negatif dari Stabil dan menegaskan IDR pada ' B-'. Agensi juga telah mengafirmasi peringkat unsecured notes KIJA senilai USD300 juta jatuh tempo 2023 di 'B-', dengan Recovery Rating 'RR4'. Surat utang tersebut diterbitkan oleh anak perusahaan KIJA, Jababeka International BV, dan dijamin oleh KIJA dan anak perusahaan tertentu yang beroperasi.

 

Fitch Ratings Indonesia secara bersamaan menurunkan Peringkat Nasional Jangka Panjang KIJA menjadi 'BB+(idn)' dari 'BBB-(idn)'. Prospek Peringkat Nasional Jangka Panjang Negatif.

 

Prospek Negatif mencerminkan meningkatnya ketidakpastian seputar kemampuan KIJA untuk membiayai kembali surat utang tanpa jaminan senilai USD300 juta yang jatuh tempo pada 5 Oktober 2023. Kondisi pasar modal telah memburuk secara signifikan selama beberapa bulan terakhir karena inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga meredupkan prospek pertumbuhan global. Sementara pelonggaran pembatasan Covid-19 di Indonesia harus menjaga arus kas operasi KIJA tetap stabil, likuiditasnya mungkin berada di bawah tekanan jika pasar modal tetap tidak menguntungkan.

 

Afirmasi KIJA 'B-' IDR mencerminkan keyakinan kami bahwa perusahaan sedang mengerjakan sejumlah opsi untuk mengatasi rintangan pembiayaan kembali, dan keyakinan kami bahwa arus kas operasi KIJA harus tetap memadai.

 

Peringkat Nasional 'BB' menunjukkan peningkatan risiko gagal bayar relatif terhadap emiten atau obligasi lain di negara atau serikat moneter yang sama.

 

Risiko Pembiayaan Kembali yang Lebih Tinggi: Risiko pembiayaan kembali pada uang kertas tanpa jaminan KIJA senilai USD300 juta telah meningkat secara signifikan, menurut pandangan kami. KIJA sedang mempertimbangkan sejumlah opsi, termasuk pinjaman bank dan penerbitan obligasi baru untuk melunasi obligasi tersebut. Namun, risiko eksekusi telah meningkat secara material karena pertumbuhan global yang melambat, kenaikan inflasi, dan suku bunga yang lebih tinggi melemahkan sentimen investor terhadap utang pasar negara berkembang. Risiko eksekusi meningkat dengan catatan terbatas KIJA memperoleh pinjaman bank besar dalam beberapa tahun terakhir.

 

Arus Kas Non-Pengembangan yang Stabil : Kami mengharapkan KIJA untuk mempertahankan arus kas yang stabil dari sumber-sumber non-pengembangan, yang mengimbangi siklus penjualan properti industri. Arus kas non-pembangunan berasal dari jasa manajemen di kawasan industri utamanya, peningkatan throughput di dry port, serta penjualan listrik berdasarkan perjanjian dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN, BBB/Stabil) yang berlaku hingga tahun 2032. arus kas akan terus menutupi beban bunga KIJA sekitar 0,8x-0,9x menurut perkiraan kami, bahkan setelah memperhitungkan suku bunga yang lebih tinggi.

 

Pembayaran Pembangkit Listrik yang Akan Ditagih : Kami memperkirakan EBITDA pembangkit listrik KIJA akan meningkat menjadi Rp256 miliar pada tahun 2022 dari Rp135 miliar pada tahun 2021, sebelum dinormalisasi menjadi sekitar Rp200 miliar pada tahun 2023. Pendapatan tidak diakui pada 4Q21 dan pada Januari 2022 karena ketidaksepakatan faktur , tetapi perusahaan mengatakan telah menerima setengah dari Rp60 miliar yang telah jatuh tempo di 2Q22, dan mengharapkan sisanya di 2H22, yang telah kami perhitungkan ke dalam perkiraan kami. Kami yakin PLN akan terus menghormati kesepakatan tersebut mengingat produsen listrik independen memainkan peran strategis di sektor kelistrikan Indonesia.

 

Meningkatkan Prapenjualan Industri: Kami memperkirakan prapenjualan akan meningkat sebesar 14% pada tahun 2022 dari 46% pada tahun 2021, didukung oleh pertumbuhan penjualan lahan industri saat Indonesia membuka kembali perbatasannya, yang akan membantu investasi asing baru. Prapenjualan, tidak termasuk yang dihasilkan oleh usaha patungan KIJA, Kawasan Industri Kendal, akan mencapai Rp1,1 triliun pada tahun 2022, dari sekitar Rp1 triliun pada tahun 2021. Penjualan lahan industri akan terus mencapai sebagian besar prapenjualan KIJA dalam dua tahun ke depan (FY21 : 63% dari total prapenjualan).