EmitenNews - Penyebaran covid-19 belum lagi teratasi, virus-virus baru mutasinya terus bermunculan. Setelah SARS-Cov-2 jenis D614G yang ditengarai Badan Intelijen Negara (BIN) sudah masuk Indonesia sejak September 2020, disusul varian B117 yang diperkirakan masuk pada Januari, kini muncul lagi varian baru, N439K.


Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman mengungkapkan sebanyak 48 kasus mutasi virus SARS-CoV-2 varian N439K telah terdeteksi di Indonesia sejak akhir 2020. Varian virus ini kini dilaporkan telah menjangkit lebih dari 30 negara di dunia.


Sebanyak 48 kasus itu ditemukan dari 547 sampel whole genome sequencing (WGS) virus corona SARS-CoV-2, dan sudah dilaporkan Indonesia ke lembaga Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). GISAID adalah sebuah lembaga bank data yang saat ini menjadi acuan untuk data genom virus corona SARS-CoV-2.


Ketua Satgas Covid-19 PB IDI, Prof. Zubairi Djoerban mengungkapkan, varian N439K diduga muncul dua kali secara terpisah. Pertama kali di Skotlandia, pada awal pandemi. Lalu, kali kedua, dengan jangkauan lebih luas di Eropa, dan saat ini ditengarai sudah masuk ke Indonesia.


"N439K ini awalnya dianggap menghilang saat lockdown diberlakukan di Skotlandia. Tapi justru muncul di Rumania, Swiss, Irlandia, Jerman dan Inggris. Dus, mulai November tahun lalu, varian ini dilaporkan menyebar secara luas," kata Zubairi di akun Twitternya.


Menurut dokter spesialis penyakit dalam dan konsultan hematologi onkologi RS Kramat 128 ini, yang paling perlu mendapat perhatian dari N439K adalah sifatnya yang resisten alias kebal terhadap antibodi. Baik itu antibodi dari tubuh orang yang telah terinfeksi, maupun antibodi yang disuntikkan ke tubuh pasien.


"Amerika Serikat mencoba antisipasi N439K ini. Mereka mengeluarkan EUA (Emergency Use Authorization) untuk dua jenis obat antibodi monoklonal dalam pengobatan Covid-19. Tapi yang jadi soal, N439K ini tidak mempan diintervensi oleh obat itu," jelas Zubairi.


Direktur Senior Biologi Struktural di Vir Biotechnology California, Gyorgy Snell, mengungkapkan bahwa N439K punya banyak cara mengubah domain imunodominan untuk menghindari kekebalan tubuh manusia sekaligus mempertahankan kemampuannya untuk menginfeksi orang.


Kepala LPB Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, ditemukannya sebanyak 48 kasus N439K itu didapat dari hasil penelitian yang dilakukan sejumlah pihak. Antara lain LBM Eijkman, tim peneliti Universitas Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga, dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan.


Namun demikian ia belum bisa memberikan detail wilayah Indonesia mana saja yang hasil sampelnya menunjukkan adanya varian virus corona N439K.

"Belum dirangkum soalnya ya, saya harus buka data dulu," kata Amin.


Sebelumnya Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih mewaspadai potensi penularan N439K. Sebab menurut IDI varian ini lebih 'pintar' dari varian corona lainnya.


"Varian N439K ini yang sudah (terdeteksi) di lebih dari 30 negara ternyata lebih 'smart' dari varian sebelumnya. Karena ikatan terhadap reseptor ACE2 di sel manusia lebih kuat dan tidak dikenali oleh polyclonal antibody yang terbentuk dari imunitas orang yang pernah terinfeksi," katanya.


Daeng mengingatkan penularan virus ini bisa terjadi melalui transmisi aerosol, sehingga sulit dikendalikan pada orang-orang asimtomatis atau tidak bergejala. Artinya, pembawa virus bisa menularkan virus hanya dengan bernapas atau berbicara.(*)