EmitenNews.com – Fitch Ratings Indonesia telah menetapkan penerbitan obligasi PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo, BBB/AAA(idn)/Stabil) senilai Rp3,349 triliun Peringkat Nasional Jangka Panjang 'AAA(idn)'. Obligasi tersebut merupakan penerbitan tahap kedua dari program obligasi senilai Rp3,5 triliun.

 

Penerbitan ini memiliki peringkat yang sama dengan Peringkat Nasional Jangka Panjang Protelindo karena wesel tersebut mewakili kewajiban senior tanpa jaminan. Perusahaan menara akan menggunakan dana hasil emisi untuk refinancing utang yang ada. Protelindo merupakan entitas uasaha dari PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dengan kepemilikan langsung sebesar 99,99 persen.

 

Peringkat Nasional 'AAA' menunjukkan peringkat tertinggi yang diberikan oleh agensi dalam skala Peringkat Nasional untuk negara tersebut. Peringkat ini diberikan kepada emiten atau obligasi dengan ekspektasi risiko gagal bayar yang paling rendah dibandingkan dengan semua emiten atau obligasi lain di negara atau serikat moneter yang sama.

 

Low Rating Headroom: Fitch yakin akuisisi Protelindo yang didanai utang pada Oktober 2021 dari 94,03% dari operator menara independen terbesar ketiga di Indonesia, PT Solusi Tunas Pratama Tbk (STP), akan sementara meningkatkan leverage bersih dana dari operasi (FFO). Kami memperkirakan leverage net pro forma FFO Protelindo 2021 akan memburuk menjadi 5,0x-5,3x (2020: 3,1x), serupa dengan perusahaan menara terbesar kedua di Indonesia PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBI, BBB-/AA+(idn)/Stabil) 5.0x-5.5x.

 

Namun, kami memperkirakan leverage bersih FFO akan meningkat hingga di bawah 4,5x pada 2022-2023. Manajemen berencana untuk menggunakan sinergi akuisisi entitas gabungan dan arus kas bebas yang lebih tinggi untuk mendorong deleveraging.

Komitmen terhadap Peringkat yang Ada: Manajemen percaya bahwa akuisisi STP yang didanai utang tidak akan mengubah disiplin keuangan perusahaan dan catatan menjaga leverage secara signifikan lebih rendah daripada rekan-rekan menara global. Perusahaan secara historis menunjukkan kebijakan keuangan konservatif dalam hal pengembalian pemegang saham dan M&A yang didanai utang.

 

Memperkuat Kepemimpinan Pasar: Protelindo akan meningkatkan ukuran pasca-akuisisi menjadi sekitar 28.000 menara dan 52.000 penyewa, dan pangsa pasar menara di Indonesia menjadi sekitar 30%, dari 24%, yang dapat memberikan daya tawar yang lebih baik dengan perusahaan telekomunikasi. Namun, ini akan diimbangi oleh eksposur pendapatan sekitar 39% ke perusahaan yang akan dibuat dari rencana merger antara PT Indosat Tbk (BBB/AAA(idn)/Rating Watch Negative) dan PT Hutchison 3 Indonesia (Hutch), yang akan memiliki profil kredit satu sampai dua tingkat lebih lemah dari Protelindo.

 

Konsolidasi Industri Menara: Akuisisi STP akan menghasilkan sekitar setengah dari pasar menara lokal di bawah Protelindo dan TBI, dan 24%-25% di bawah PT Dayamitra Telekomunikasi, anak perusahaan pemimpin nirkabel PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (BBB/Stabil). Sisanya terfragmentasi dengan beberapa perusahaan yang memiliki 1.000-3.000 menara, seperti PT Bali Towerindo Sentra Tbk (BBB+(idn)/Positif). Undang-undang omnibus yang baru, yang memungkinkan entitas asing untuk mengakuisisi 100% perusahaan menara, tidak akan memperburuk persaingan karena sebagian besar industri telah terkonsolidasi.

 

Manajemen Risiko Konsolidasi Telco: Kami percaya rencana merger Indosat dan Hutch dapat mengurangi permintaan menara dan ekspansi fiber pada tahun 2021-2022. Namun, kemungkinan tidak akan menyebabkan redundansi menara untuk Protelindo-STP, karena kami memperkirakan bahwa hanya sekitar 14% dari penyewa Indosat-Hutch yang akan diperpanjang pada tahun 2021-2025. Hanya persentase satu digit yang rendah dari menara Protelindo-STP yang memiliki Indosat dan Hutch sebagai penyewa. Kami berharap permintaan menara dan fiber dari XL dan PT Telekomunikasi Selular dapat mengimbangi beberapa pembatalan sewa Hutch-Indosat.