EmitenNews.com - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan Bank Indonesia perlu menaikkan suku bunga acuan setidaknya 50 basis poin (bps) sampai akhir tahun 2022 untuk mengantisipasi inflasi.
"Mau tidak mau, Bank Indonesia harus memperketat likuiditas dengan meningkatkan suku bunga acuan paling tidak 50 bps. Bank sentral Amerika Serikat The Fed sudah menaikkan suku bunga sampai 100 bps, biasanya kita hanya separuhnya dengan konsekuensi pertumbuhan ekonomi agak melambat," katanya di Jakarta, Senin.
Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 3,50 persen, tetapi telah menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah sekitar 6,0 persen sampai 7,5 persen mulai 1 Juli 2022.
"Kenaikan GWM sudah berjalan hampir tiga bulan, tetapi tetap tidak bisa menahan laju uang beredar yang juga menjadi penyebab inflasi," katanya.
Sementara itu, pemerintah telah berupaya menahan laju inflasi dengan menambah anggaran untuk subsidi energi hingga Rp349,9 triliun agar masyarakat tidak terdampak langsung oleh kenaikan harga energi secara internasional.
"Pemerintah juga perlu terus memastikan ketersediaan barang pokok, meski harganya relatif mahal, misalnya untuk produk pangan impor seperti kedelai, sapi, bawang putih, gandum, dan gula," katanya.
Related News
Usai Rapat dengan Presiden, Lahirlah Permendag No8 Tahun 2024
Masuk Pasar Global, Kapal PTK Beroperasi di Perairan Internasional
Sis Apik Wijayanto Pimpin ID Food, Ini Susunan Lengkap Direksinya
Astra Kurasi 50 UMKM Terpilih Ikuti Bazar di Sarinah Jakarta
Penjualan Properti Residensial Tumbuh 31,16 Persen di Triwulan I
Harga Emas Antam Putar Balik; Hari ini Turun Rp11.000 per Gram