EmitenNews.com -Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menyatakan perdagangan karbon yang menjadi salah satu pilar untuk mendukung upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dalam mitigasi perubahan iklim, dalam realisasinya masih penuh tantangan.

 

Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo di Jakarta, Rabu menjelaskan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) merupakan salah satu sumber pendanaan untuk mencapai target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia.

 

"Untuk melaksanakan NEK, pemerintah Indonesia telah menerbitkan sejumlah regulasi. Meski demikian dalam implementasinya masih penuh tantangan,. katanya melalui keterangan tertulis.

 

Dalam upaya pengurangan emisi GRK, tambahnya pada International Webinar "Lesson Learned of the Utilization of Carbon Economic Value on Mitigation Action of Forest Management", Indonesia telah mendeklarasikan komitmen untuk mencapai FOLU Net Sink 2030.

 

Berdasarkan komitmen tersebut, Indonesia menargetkan tingkat penyerapan GRK pada sektor kehutanan dan penggunaan lahan lain (Forestry and Other Land Use/FOLU) jauh lebih tinggi atau setidaknya sama dengan emisinya pada tahun 2030.

 

Pencapaian target tersebut membutuhkan pendanaan yang diperkirakan mencapai 14 miliar dolar AS, yang mana 55 persennya diharapkan datang dari investasi sektor swasta, salah satunya melalui NEK.

 

Untuk melaksanakan NEK, telah diterbitkan Peraturan Presiden No 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon serta Peraturan Menteri (Permen) LHK Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan.