EmitenNews.com - PT Asia Pacific Fibers Tbk (APF) atau  (IDX:POLY) membantah pernyataan Ketua Satgas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Rionald Silaban yang menyebut bahwa perseroan merupakan anak usaha Grup Texmaco.

"Pernyataan Ketua Satgas BLBI bahwa APF sebagai anak perusahaan Texmaco Group adalah tidak benar. APF saat ini beroperasi secara independen baik secara legal, operasional maupun finansial serta tidak memiliki perusahaan induk usaha," tegas Direktur Utama Asia Pacific Fibers V Ravi Shankar dalam keterangan resmi Kamis (12/9).

Ravi menambahkan, pada 1984, Texmaco Group mendirikan PT Polysindo Eka Perkasa Tbk yang merupakan industri serat dan benang polyester. Tahun 2005, PT Polysindo Eka Perkasa dinyatakan pailit dimana pemerintah cq Kementerian Keuangan tercatat sebagai kreditur.

Polysindo mengajukan rencana perdamaian kepada semua kreditur yang diterima dan disahkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat melalui putusan No.43/ PAILIT/ 2004/ PN. NIAGA. JKT. PST Jo. No.01 K/N/2005 tertanggal 16 November 2005. 

Dalam perdamaian tersebut terjadi konversi utang menjadi saham serta penyertaan modal kerja baru kepada Polysindo. Proses konversi ini mengubah komposisi pemegang saham dan mendelusi kepemilikan Texmaco.

Kemudian, atas dasar putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap) ini, Polysindo beroperasi secara independen dan tidak memiliki afiliasi kepemilikan dari Texmaco Group.

"Tidak ada saham tercatat yang dalam pengendalian Texmaco Group maupun Marimutu Sinivasan. Pada 2009 Polysindo kemudian rebranding menjadi PT Asia Pacific Fibers Tbk," jelas Ravi.

Ravi memaparkan, sejak 2005 hingga hari ini telah berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan yang mayoritas diwakili oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

Interaksi APF dengan Satgas BLBI pertama kali terjadi saat memenuhi panggilan Satgas terkait status APF pada 25 Agustus 2021, jelasnya.

"Kami memaparkan bahwa APF tidak lagi menjadi bagian dari Texmaco Group dan menjelaskan maksud kami menindaklanjuti proposal restrukturisasi sebagai solusi permasalahan APF sebagaimana pembicaraan sebelumnya," ujar Ravi.

Dijelaskan, pada 18 Januari 2022, APF memenuhi panggilan rapat oleh Satgas BLBI (POKJA B) yang pada intinya menyampaikan bahwa dibutuhkan itikad (komitmen) yang baik untuk membahas penyelesaian.

APF kemudian menyanggupi pemenuhan itikad baik tersebut dengan melakukan pembayaran sebesar Rp 1 miliar sebagai commitment fee untuk memulai pembahasan proposal restrukturisasi.

Pembayaran dilakukan pada tanggal 19 Januari 2022 kepada Kementerian Keuangan yang diwakili Satgas BLBI melalui rekening Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta III. Surat pengantar dan bukti pembayaran ini juga APF tembuskan kepada Ketua Satgas.

"Komitmen tersebut kemudian kami cantumkan sebagai dari total komitmen sebesar Rp 10 miliar itikad baik untuk sejalan dengan persetujuan proposal restrukturisasi yang disampaikan pada 15 Agustus 2022," sebut Ravi.

Ravi menambahkan, APF adalah produsen serat dan benang tekstil filamen polyester terbesar kedua di Indonesia. APF merupakan produsen hulu tekstil dengan produk utama serat dan benang polyester. Pabrik APF berlokasi di Karawang, Jawa Barat dan Kendal, Jawa Tengah mempekerjakan hingga 4.000 orang karyawan langsung dan beroperasi 24 jam.

APF memasok ke lebih dari 500 entitas usaha industri besar, menengah dan kecil Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dengan pangsa pasar 21% polyester nasional. sebanyak 70% produk APF adalah untuk mengisi kebutuhan dalam negeri, sedangkan sisanya telah diekspor ke lebih dari 30 negara.

"APF saat ini masih menghadapi tantangan penyelesaian restrukturisasi utang yang telah mengendap hampir 20 tahun, yang salah satu penyebabnya adalah asumsi yang tidak sesuai fakta pengaitan APF dengan Texmaco," Papar Ravi.