Anindhita bercerita, di balik kesuksesannya sekarang ini, orang tuanya memang mengarahkannya pada beragam aktivitas, sejalan dengan hobinya sejak kecil. Dari kursus menggambar, terlihat karyanya memiliki karakteristik khas. Pada umur 15 tahun Anindhita pun fokus pada seni drawing. 

 

"Saya bukan tipe yang bisa painting, melainkan drawing. Guru les menyarankan untuk menggeluti digital art, sehingga gambar-gambar monster saya bisa dijadikan produk," kata alumni jurusan Desain Komunikasi Visual Universitas Trilogi itu. 

 

Usaha memang tak pernah mengkhianati hasil. Berkat bakat dan hobinya menggambar sejak kecil, Cutemonster hadir dan membuatnya bangga, termasuk keluarga, dan  orang-orang disekitarnya.

 

Anindhita menciptakan karya pertamanya berupa pouch dan scarf pada 2016 ketika masih SMA. Memasuki masa-masa kuliah pada 2018, produksi Cutemonster menjadi lebih besar dan menyasar produk fesyen. 

 

Bagusnya, melihat perkembangan Aninditha, sang ibu mencari vendor yang memproduksi produk fesyen agar karya Anindhita dapat diaplikasikan dengan apik dan diterima di masyarakat. 

 

Produk Cutemonster pun dipasarkan melalui platform digital. Kini hadir di Matalokal Indonesia’s artisan designer di kawasan Melawai, Jakarta Selatan. Juga di toko souvenir Precious One, di Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat yang menjual produk dari penyandang disabilitas.

 

BRI UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR, jalan perlebar usaha

Kerja keras Anindhita pun bukan sebatas dipasarkan di platform digital dan toko souvenir, Cutemonster bahkan berhasil lolos mengikuti ajang BRI UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR.

 

Melalui ajang BRI UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR, Anindhita ingin masyarakat tidak hanya mengenal Cutemonster sebagai produk, melainkan sebagai seni dan karya yang khusus. Melalui ajang ini, Anindhita lebih percaya diri untuk memperbesar pasar. Ia berencana memasarkan Cutemonster lebih besar di Solo, Jawa Tengah, dan di Pulau Dewata, Bali.