EmitenNews.com - Balik dari Singapura, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan sejumlah informasi penting. Yaitu, berupa dokumen mengenai peran broker atau perantara dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang minyak oleh Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral) atau PT Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) tahun 2009-2015.

Kepada pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/11/2025) malam, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu  menjelaskan kasus tersebut bermula pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Asep menjelaskan SBY menunjuk Petral sebagai korporasi Indonesia untuk melakukan perdagangan minyak mentah antarnegara. Namun, terjadi pembelian minyak mentah oleh Petral melalui broker yang kemudian diubah seolah dilakukan antarperusahaan minyak dan gas negara.

Nah, pembelian melalui broker oleh Petral tersebut justru memperpanjang rantai distribusi perdagangan minyak mentah. Jadi, kata Asep, tetap saja yang punya minyak ini adalah pihak ketiga, dan seolah-olah dari national oil company. “Informasi yang kami terima ya berupa dokumen, seperti itu.”

Selain itu, pembelian melalui broker yang kemudian diduga dimanipulasi seolah dilakukan antarperusahaan migas negara membuat harga minyak mentah yang dibayar menjadi tinggi.

Untuk menuntaskan penyelidikan kasus korupsi Petral, Komisi Pemberantasan Korupsi akan bekerja sama dengan badan antikorupsi dari negara penghasil minyak.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyampaikan hal itu kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/11) malam.

Asep menyampaikan kerja sama tersebut untuk kebutuhan penyidikan dugaan korupsi dalam pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang minyak oleh Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral) atau PT Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) tahun 2009-2015.

Kerja sama tersebut untuk mendalami apakah perdagangan minyak mentah oleh Petral benar dilakukan dengan perusahaan minyak dan gas negara lain atau tidak.

“Misalkan, apakah langsung dengan Petronas (Malaysia) atau tidak, atau ternyata itu dokumen saja? Apakah langsung, misalkan dengan Arab Saudi, dengan Aramco atau tidak? Nah seperti itu,” katanya.

Asep memastikan, kerja sama tersebut tidak hanya sebatas dengan badan antikorupsi di wilayah Malaysia hingga Arab Saudi. 

Seperti diketahui pada 3 November 2025, KPK mengumumkan penyidikan dugaan korupsi dalam pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang minyak oleh Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral) atau PT Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) tahun 2009-2015. Kasus tersebut bermula dari pengembangan dua perkara yang mulai dilakukan pada Oktober 2025.

Pertama, perkara dugaan suap terkait pengadaan katalis di PT Pertamina (Persero) tahun anggaran 2012–2014 yang melibatkan salah satu tersangkanya, yakni Chrisna Damayanto (CD). Chrisna Damayanto sempat menjabat sebagai Direktur Pengolahan Pertamina tahun 2012-2014, dan sekaligus merangkap sebagai Komisaris Petral.

Kedua, pengembangan perkara dugaan suap terkait perdagangan minyak dan produk jadi kilang minyak tahun 2012-2014, dengan tersangka Bambang Irianto. Managing Director PT PES periode 2009-2013 itu, sempat menjabat sebagai Direktur Utama Petral sebelum diganti pada 2015. ***