EmitenNews.com - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) telah merilis kinerja keuangan sepanjang 2024.

Perlu disimak lebih jauh beberapa fundamental menarik dari bank berkode saham BBNI ini.

Pada 2024, BBNI mencatatkan laba bersih senilai Rp 21,46 triliun. Naik 2,7% dibandingkan 2023 (year-on-year/yoy) di mana laba bersih kala itu adalah Rp 20,91 triliun.

Pencapaian laba ini didorong oleh pendapatan laba bersih (Net Interest Income) yang mencapai Rp 40,48 triliun. Sementara itu, pendapatan non-bunga (non-interest income) melonjak melesat 11,9% yoy menjadi Rp 24,04 triliun. 

Dari sisi penyaluran kredit, BBNI membukukan Rp 775,87 triliun pada 2024. Tumbuh konsisten 'double digit' 11,6% yoy dari Rp 695,09 triliun pada 2023. 

Adapun dari sisi Dana Pihak Ketiga (DPK), BBNI mencatatkan peningkatan tabungan sebesar 11% yoy menjadi Rp 258 triliun. Total DPK yang dihimpun tercatat Rp 805,5 triliun.

"Pencapaian yang kami raih pada 2024 menjadi momentum penting untuk menghadapi masa depan BNI. Kami optimis bahwa dengan terus berinovasi dan fokus pada kebutuhan nasabah, BNI akan mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan,” kata Direktur Utama BBNI Royke Tumilaar dalam Paparan Kinerja Keuangan 2024.

Respons Analis 

Berbagai institusi memberikan pandangan terhadap kinerja keuangan BBNI. Salah satunya adalah James Stanley Widjaja, Analis Buana Capital.

Dalam risetnya, James menyebut rencana utama BBNI adalah mengoptimalkan dana murah atau Current Account and Savings Account (CASA) melalui aplikasi wondr by BNI. Pertumbuhan CASA adalah kunci untuk mencapai pertumbuhan kredit yang berkelanjutan dan memperbaiki biaya dana (cost of fund).

“Biaya dana BBNI akan membaik didukung oleh insentif moneter lebih lanjut dan perubahan aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari 30% menjadi 100% selama setahun. DHE berkontribusi sekitar 13% dari total simpanan valas BBNI atau sebesar US$ 1,3 miliar, Perubahan aturan DHE akan mendukung biaya dana valas,” tulis James dalam risetnya.

Oleh karena itu, James menegaskan Buana Capital tetap mempertahankan posisi buy (beli) terhadap saham BBNI. Buana Capital memasang target harga BBNI di Rp 5.800.

Sementara itu, Erni Marsella Siahaan, Analis Ciptadana Sekuritas Asia, menilai BBNI menerapkan asas kehati-hatian dengan baik. Ini terlihat dari peningkatan biaya provisi. Pada kuartal IV-2024, biaya provisi meningkat 50% dibandingkan kuartal sebelumnya menjadi Rp 2,8 triliun.

"Peningkatan biaya provisi utamanya disebabkan oleh manajemen overlay yang mencapai Rp 500 miliar yang disebabkan oleh cakupan penjaminan untuk UMKM yang lebih besar dan pemupukan provisi setelah BBNI menghapus buku utang yang terkait dengan eksposur di PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL)," jelas Erni.

Maenurut Erni, manajemen secara konservatif meningkatkan cakupan provisi untuk berbagai segmen UMKM. Untuk kategori UMKM tahap 2 meningkat dari 20% menjadi 40%. Sedangkan tahap 2 naik dari 60% menjadi 70%.

Sementara dari sisi likuiditas, terdapat dua sentimen pendongkrak. Pertama adalah ekspektasi penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) oleh Bank Indonesia (BI). Kedua adalah pertumbuhan CASA yang impresif dengan kehadiran Wondr.

Dengan perkembangan tersebut, Ciptadana juga mempertahankan rekomendasi buy terhadap saham BBNI. Target harga dipatok di Rp 6.300, sehingga ada potensi cuan 36,66% dari harga saat ini.