Bantu Pasien Gagal Ginjal, Ini Komitmen KLBF

Fasilitas produksi obat gagal ginjal besutan Kalbe Farma. FOTO - ISTIMEWA
EmitenNews.com - Kalbe Farma (KLBF) berkomitmen menyediakan inovasi produk dan alat kesehatan (alkes) berkualitas tinggi. Tindakan itu, juga bentuk dukungan terhadap program pemerintah soal ketahanan kesehatan nasional untuk mendorong kemandirian industri kesehatan nasional. Dukungan dan komitmen itu, dilakukan perseroan melalui PT Forsta Kalmedic Global.
Ya, melalui Forsta itu, perseroan sukses membangun fasilitas produksi Dialyzer dengan brand dialyzer pertama terdaftar menggunakan nama RenaCare dipasarkan Renalmed Tiara Utama. Forsta sebagai perusahaan pertama Indonesia, dan nomor dua ASEAN yang memiliki fasilitas produksi dialyzer.
Dialyzer merupakan bahan habis pakai (consumables) penting dalam tindakan hemodialisis atau cuci darah. Kalbe percaya melalui penyediaan fasilitas produksi Dialyzer dalam negeri melalui Forsta, bagian dari komitmen Kalbe untuk terus meningkatkan akses kesehatan bagi masyarakat khususnya untuk membantu pasien ginjal Indonesia.
Kalbe terus mendukung program pemerintah bidang kemandirian kesehatan, termasuk dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN). Di mana, industri alat kesehatan menjadi sektor prioritas. Pengembangan sektor prioritas itu, juga meningkatkan TKDN industri alat kesehatan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, terutama pengadaan pemerintah.
Forsta berhasil membangun fasilitas produksi Dialyzer menjadikan Forsta sebagai perusahaan pertama Indonesia, dan nomor dua ASEAN memiliki fasilitas produksi dialyzer. Dialyzer juga telah meraih sertifikasi CPAKB (Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik) dari Kementerian Kesehatan,” tutur Kartika Setiabudy, Direktur Kalbe Farma.
“Hemodialisa atau cuci darah prosedur rutin seumur hidup dilakukan 2-3 kali seminggu oleh pasien gagal ginjal kronis di tahap 5 (End Stage Renal Disease) yakni fungsi ginjal sudah sangat rendah atau kurang dari 15 persen. Itu merupakan sebuah prosedur di mana mesin dialisis, dan dialyzer digunakan untuk membersihkan darah. Dokter membuat akses ke pembuluh darah, biasanya melalui operasi minor di lengan, untuk mengalirkan darah ke dalam dialyzer yang berfungsi sebagai ginjal buatan,” tambah Direktur Forsta Kalmedic Global, Yvone Astri Della Sijabat.
Dialyzer merupakan bahan habis pakai (consumables) penting dalam tindakan hemodialisis atau cuci darah. Sebanyak 99 persen pasien cuci darah dijamin oleh BPJS, dan kebutuhan hemodialisis Indonesia meningkat setiap tahunnya. Nah, dari 267 juta jumlah populasi Indonesia, sebanyak 1,5 juta orang merupakan pasien gagal ginjal kronis dengan 159.000 orang menjalani cuci darah.
Berdasar data BPJS Kesehatan, cuci darah dinyatakan sebagai tindakan dengan biaya terbesar keempat pada pengeluaran BPJS dengan pengeluaran tahun 2023 sebesar Rp2,9 triliun. Fakta lainnya, sebanyak 85 persen pasien cuci darah ada di rentang usia produktif, menyebabkan tingginya dampak sosial ekonomi ditimbulkan jika pasien gagal ginjal tidak terjaga quality of life-nya. Itu terutama penting untuk memastikan mencapai Indonesia emas tahun 2045.
Data tersebut menunjukkan perlunya penyediaan alat kesehatan dialyzer berkualitas. Dengan adanya produk lokal dialyzer, akan memastikan pemanfaatan dana BPJS tidak hanya untuk akses kesehatan bagi pasien gagal ginjal, tetapi juga untuk mendukung industri alkes lokal dan memastikan dana tersebut menggerakkan ekonomi dalam negeri. Selain itu, dialyzer produksi dalam negeri dapat membantu mempermudah dan memperluas akses ke wilayah-wilayah di Indonesia.
Dialyzer RenaCare produksi lokal sudah menggunakan komponen lokal dengan estimasi nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) lebih dari 40 persen. Ada sejumlah manfaat dari kemandirian industri hemodialisa di berbagai sektor. Pada sektor ekonomi, dapat mengurangi impor dan menciptakan lapangan kerja. Pada sektor kesehatan, membantu ketersediaan alat yang semakin terjangkau dan efisiensi pasokan alat kesehatan. Sedangkan pada sektor ketahanan nasional, produksi lokal dialyzer memperkuat ketahanan nasional dengan memastikan ketersediaan produk tetap stabil dan layanan kesehatan berlanjut meski terjadi krisis global.
“Produksi lokal dialyzer menghilangkan bea impor dan biaya pengiriman internasional, sehingga harga lebih terjangkau dan biaya perawatan hemodialisis menjadi lebih aksesibel bagi pasien, dan fasilitas kesehatan. Selain itu, produksi lokal dialyzer juga mengurangi ketergantungan impor, memastikan ketersediaan produk, menghindari gangguan rantai pasok global, dan menekan dampak fluktuasi nilai tukar,” jelas Yvone.
Pencapaian Forsta mendapatkan apresiasi positif dan disambut baik oleh sejumlah pihak. Di antaranya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), BPJS Kesehatan, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), hingga Balai Pengamanan Alat dan Fasilitas Kesehatan (BPAFK) Jakarta.
Forsta telah melakukan transfer teknologi dengan partner dari Italia yang penandatanganan kerja sama maupun launching produknya dilakukan dalam ajang bergengsi dunia di MEDICA, Jerman. Pada acara tersebut, Forsta mendapatkan dukungan dari Kemendag, Atase Perdagangan Hamburg, KBRI di Berlin, Kemlu. Selain itu, juga disaksikan oleh Duta Besar Indonesia untuk Jerman yang juga adalah Wakil Menteri Luar Negeri 3, Arif Havas Oegroseno. Dialyzer produksi Forsta juga meraih Penghargaan Karya Anak Bangsa oleh Kemenkes, sebagai Fasilitas Produksi Dialyzer Pertama di Indonesia. (*)
Related News

Waspada Penipuan Lebaran! BRI Bagikan Tips Cegah Kejahatan Siber

Chandra Asri (TPIA) & Glencore Rampungkan Akuisisi Shell di Singapura

Lebaran Praktis! Transaksi QRIS Makin Nyaman dengan BRImo

Tumbuh Minimalis, GJTL 2024 Raup Laba Rp1,18 Triliun

Surplus 22 Persen, TRIS 2024 Kemas Laba Bersih Rp82,90 Miliar

Laba dan Pendapatan Positif, Ini Kinerja MTDL 2024