EmitenNews.com - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengakui telah dimintai keterangan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terkait adanya aduan dugaan fraud dalam proses Penawaran Umum Perdana Saham atau Initial Public Offering (IPO).

Terkait hal itu anggota Bareskrim Polri juga menyambangi BEI pekan lalu. 

 “Tahu saya, kalau detailnya tanya pak Nyoman (red- Direktur Penilaian Perusahaan) ” jawab Direktur Utama BEI, Iman Rachman usai acara Peluncuran Harga Pasar Wajar Sekuritas Bank Indonesia di gedung BEI Senin (14/10).

Sebelumnya, BEI telah dipanggil Ke  Bareskrim berapa waktu lalu untuk dimintai keterangan terkait adanya laporan bahwa salah satu pelaku pasar yang merasa dirugikan saham saham yang telah IPO. 

“ Pemeriksaan kasus ini juga masih terkait dengan PHK 5 karyawan BEI dugaan fraud IPO, yang diduga juga berujung kerugian pada investor, ” kata sumber yang tak mau disebutkan. 

Masih menurut Sumber itu, Bareskrim  menyambangi Gedung BEI untuk meminta keterangan lebih lanjut pada tanggal 9 Oktober 2024.

Sebelumnya,  BEI telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atas lima oknum karyawannya. Ini merupakan buntut pelanggaran oknum karyawan yang meminta imbalan dan gratifikasi atas jasa penerimaan emiten.

Adapun kelimanya merupakan karyawan pada divisi penilaian perusahaan. Divisi ini bertanggung jawab terhadap penerimaan calon emiten. Kelima karyawan itu diduga meminta sejumlah uang imbalan kepada calon emiten. 

Direktur Penilaian Perusahaan BEI,  I Gede Nyoman   menegaskan, seluruh emiten yang telah tercatat sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan begitu, tidak ada emiten yang harus diberi sanksi atau tindakan.

Nyoman Yetna bercerita untuk mengizinkan suatu perusahaan bisa IPO, ada beberapa lapisan proses persetujuan di BEI. 

Pada tahap awal, BEI melakukan evaluasi atas calon perusahaan yang sudah mengirimkan prospektus. Dalam proses ini, BEI memiliki tim tersendiri terpisah dari kepala divisi dan direksi. 

Hasil laporan dari tim penilaian tersebut akan dilimpahkan kepada kepala divisi dan diteruskan kepada direktur. Keputusan akhirnya suatu perusahaan bisa IPO harus mendapatkan persetujuan dari seluruh direksi BEI. 

“Kategori pelanggaran etika itu terjadi di paling bawah. Namun dari sisi approval di jajaran direksi, tim yang paling bawah tidak bisa intervensi,” jelas Nyoman.