Dilakukan di harga tinggi

Banyak perusahaan membeli sahamnya sendiri di puncak harga pasar, namun kemudian menyesal ketika harga saham jatuh.

Konflik kepentingan

Jika buyback digunakan untuk tujuan manipulasi harga demi memenuhi target manajemen, seperti kompensasi berbasis saham. Tanpa regulasi ketat dan transparansi tinggi, praktik ini bisa mencederai prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

Di beberapa negara maju, buyback bahkan menjadi isu politik. Misalnya, di AS, buyback disorot karena dianggap memperparah ketimpangan dan tidak berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi riil. Dalam konteks Indonesia, praktik buyback harus diawasi agar tidak menjadi tameng bagi perusahaan yang enggan membenahi kinerja inti mereka.

Kapan Buyback Layak Diapresiasi?

Buyback bisa menjadi strategi yang cerdas dan efektif jika dilakukan secara tepat. Beberapa kondisi yang menjadikannya layak diapresiasi antara lain:

Dilakukan saat valuasi saham rendah, bukan di tengah euforia pasar.

Dibiayai dari kas internal, bukan dari utang baru yang berisiko membebani keuangan perusahaan.

Disertai dengan fundamental keuangan yang kuat, bukan sekadar respons kosmetik untuk memperbaiki tampilan EPS.

Dibuka secara transparan kepada publik, lengkap dengan rencana jangka panjang dan dasar analisis internal.

Selain itu, buyback idealnya bukan menjadi strategi tunggal. Harus ada keseimbangan antara buyback, pembagian dividen, dan investasi strategis dalam pertumbuhan perusahaan.

Perusahaan yang hanya fokus pada buyback tetapi abai terhadap inovasi dan daya saing jangka panjang justru memperbesar risiko stagnasi.

Dalam konteks investor, buyback bisa menjadi sinyal positif jika disertai kepemilikan saham manajemen yang meningkat, kenaikan pendapatan operasional, serta efisiensi yang berkelanjutan.

Kesimpulan

Buyback saham adalah alat korporasi yang kuat—bisa membangun kepercayaan pasar, memperbaiki metrik keuangan, dan mengembalikan nilai ke investor. Namun, seperti alat apa pun, buyback bisa digunakan secara bijak atau disalahgunakan untuk kepentingan sesaat.

Investor perlu jeli membaca konteks dan motivasi di balik aksi buyback: apakah benar mencerminkan kepercayaan manajemen terhadap masa depan perusahaan, atau justru menjadi solusi instan untuk menutup kelemahan operasional?