EmitenNews.com - PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) akan kembali menggalang dana dari pasar modal dengan menerbitkan efek beragun aset (EBA) dan obligasi pada tahun depan. Strategi tersebut akan digelar untuk menopang target bisnis BTN pada tahun 2022, terutama dalam rangka pemenuhan kebutuhan hunian di Indonesia.

 

Direktur Finance, Planning, & Treasury Bank BTN Nofry Rony Poetra mengatakan, setiap tahun BTN aktif menghimpun dana dari pasar modal. Namun, kondisi likuiditas yang cukup positif pada tahun ini membuat Bank BTN menggeser opsi tersebut pada tahun depan.

 

Tidak hanya itu, Bank BTN juga akan menyasar nasabah ritel pada tahun depan. Pasalnya, BTN melihat potensi besar pada nasabah ritel yang mulai melirik instrumen investasi selain saham.

 

“Kami akan melanjutkan proses sekuritisasi pada kuartal pertama di 2022. Kami akan menyasar tidak hanya nasabah institusional, tapi juga nasabah ritel yang mulai berinvestasi di EBA ritel,” jelas Nofry dalam keterangan resminya, Jumat (19/11).

 

Untuk obligasi, Nofry menuturkan, pihaknya masih akan memantau arah pergerakan suku bunga acuan. BTN akan melakukan penerbitan obligasi sebelum bank sentral menaikkan suku bunga acuan.

 

Sementara itu, hingga 30 September 2021, emiten perbankan bersandi saham BBTN ini mencatatkan pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan. Bank BTN berhasil menyalurkan kredit dan pembiayaan sebesar Rp 270,27 triliun per 30 September 2021 atau naik 6,03% secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 254,91 triliun.

 

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi masih menjadi penopang utama pertumbuhan kredit BBTN dengan kenaikan sebesar 11,74% yoy menjadi Rp 129,98 triliun pada 30 September 2021. Kemudian, KPR non-subsidi juga turut menunjukkan kenaikan di level 2,11% yoy menjadi Rp 81,88 triliun per 30 September 2021.

 

Sebagai tambahan informasi Efek Beragun Aset (EBA) adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Penerbit berdasarkan aset keuangan yang dialihkan oleh Kreditur Asal. keberadaan sekuritisasi aset atau efek beragun aset dipandang akan sangat membantu perbankan dalam memperoleh likuiditas pembiayaan melalui pasar modal dengan proses sekuritisasi aset perbankan berkualitas tinggi. Melalui sekuritisasi aset, perbankan akan terhindar dari maturity mismatch mengingat selama ini pembiayaan bank, khususnya untuk kredit pemilikan rumah (KPR), sebagian masih menggunakan dana jangka pendek, seperti tabungan, deposito, dan giro. 

 

Peraturan yang berkaitan dengan sekuritisasi di Indonesia pertama kali dikeluarkan oleh Bapepam (saat ini berubah nama menjadi Otoritas Jasa Keuangan) pada tahun 1997 yang dikenal dengan nama Kontrak Investasi Kolektif–Efek Beragun Aset (KIK-EBA) dimana yang telah mengalami revisi pada tahun 2002 dan 2003. Berdasarkan keputusan Ketua Bapepam No. KEP 28/PM/2003 disebutkan bahwa KIK-EBA adalah kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat Efek Beragun Aset, yaitu Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolo investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif