DPR Sahkan UU HPP, Warteg Berpenghasilan Rp500 Juta Setahun tidak Kena Pajak
EmitenNews.com - Pemerintah membebaskan pajak bagi pelaku usaha yang pendapatannya di bawah Rp500 juta per tahun. Kebijakan itu diakomodir dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis (7/10/2021). Para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) bisa bernapas lega. Jadi, warung kopi, warung tegal, warung makan, yang pendapatannya di bawah Rp500 juta tidak terkena pajak.
Dalam konferensi pers, Kamis, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan UU HPP ini memberikan keberpihakan pada pelaku UMKM. UU HPP itu, kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, memberikan keberpihakan kepada UMKM dengan memberikan batasan sama seperti penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk orang pribadi. “Untuk UMKM, orang pribadi kalau pendapatan dari usahanya sampai Rp500 juta setahun maka tidak terkena PPh."
Menkeu Sri Mulyani mencontohkan, warung kopi atau warung makanan yang pendapatannya di bawah Rp 500 juta tidak terkena pajak. Sebelumnya, mereka dikenai PPh Final sebesar 0,5 persen. Jadi, kalau ada pengusaha apakah memiliki warung kopi, warung makanan, dengan pendapatan tidak mencapai Rp500 juta per tahun, mereka tidak dikenakan pajak.
"Selama ini UMKM kita tidak ada yang disebut batas atas itu, sehingga mau peredaran brutonya hanya Rp10 juta, Rp50 juta, atau Rp100 juta, tetap kena pajak final 0,5 persen," kata Sri Mulyani.
Jadi, Sri Mulyani menegaskan, pelaku usaha dengan penghasilan setahun di bawah Rp500 juta tak perlu lagi membayar pajak 0,5 persen. "Jadi ini sangat jelas banyak sekali usaha-usaha kecil, ultra mikro, mikro, KUR yang peredaran brutonya di bawah Rp500 juta, mereka tidak lagi membayar tarif final 0,5 persen." ***
Related News
Jelang Tutup Tahun, DJP Rilis Sudah 11 Juta WP Aktivasi Coretax
Harga Emas Antam Hari ini Tetap di Rp2.501.000 per Gram
Ekonom: Perlu Evaluasi Ulang Kebijakan Sebelum Implementasi B50
Menteri Rosan Ungkap, Realisasi Investasi 2025 Tembus Rp1.905 Triliun
BI Rate 2025 vs 2024, Bagaimana Arah Kebijakan Bank Indonesia di 2026?
Wamenkeu: APBN di Daerah Harus Berorientasi pada Dampak dan Manfaat





