Dugaan Pemerasan Oleh 43 Polisi, KPK Telaah Laporan ICW-Kontras
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi. Dok. KPK.
EmitenNews.com - Tidak sia-sia laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Kontras ke Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK akan menelaah laporan mengenai dugaan pemerasan oleh 43 personel Polri itu. Komisi antirasuah juga akan melakukan proses verifikasi dan analisis terhadap laporan ICW dan Kontras tersebut.
"Terkait dengan laporan aduan masyarakat yang disampaikan oleh pihak-pihak tersebut, tentu nanti akan dilakukan telaah awal. Apakah informasi yang disampaikan tersebut valid? Nanti akan dicek validitasnya seperti apa," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada pers, di Jakarta, Rabu (24/12/2025).
Budi Prasetyo mengatakan bila laporan tersebut dapat ditindaklanjuti KPK, maka akan ditentukan untuk diproses lebih lanjut pada ranah pendidikan, pencegahan, koordinasi supervisi, atau penindakan.
"Setiap progres, atau setiap tahapan dalam laporan aduan masyarakat akan disampaikan khusus kepada pihak pelapor karena memang materi, kemudian hasil progres telaah, verifikasi, dan analisisnya adalah informasi yang dikecualikan atau informasi tertutup," katanya.
Sebelumnya, ICW dan Kontras melaporkan 14 orang bintara, dan 29 perwira Polri terkait dugaan pemerasan hingga Rp26,2 miliar dalam 2020-2025, pada empat kasus berbeda. Yakni, kasus pembunuhan, konser Djakarta Warehouse Project (DWP), pemerasan antara remaja dan polisi di Semarang, Jawa Tengah, serta kasus jual beli jam tangan.
Komisi Kode Etik Polri telah menjatuhkan sanksi etik kepada 43 polisi tersebut
Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW Wana Alamsyah mengatakan ICW bersama Kontras memutuskan membuat laporan ke KPK karena Komisi Kode Etik Polri telah menjatuhkan sanksi etik kepada 43 polisi tersebut, sehingga menjadi yurisprudensi bagi lembaga antirasuah untuk mengusut dugaan pemerasan yang telah dilaporkan.
“Pasal 11 ayat (1) huruf a Undang-Undang KPK telah menjelaskan bahwa ada wewenang yang dimiliki oleh KPK untuk menindak dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, terutama Kepolisian dan Kejaksaan,” katanya kepada pers, Selasa (23/12/2025).
Pasal 11 ayat (1) huruf a mengatur KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
Bila KPK tidak menindaklanjuti laporan itu, maka baik ICW maupun Kontras memandang hal tersebut sebagai preseden dalam penegakan hukum di Indonesia.
“Kami khawatir kasus-kasus demikian akan dinormalisasi, sehingga pada akhirnya hanya dijadikan sebagai pelanggaran etik semata,” ujar Wana Alamsyah.
ICW dan Kontras mengungkapkan, personel Polri yang diduga terlibat dalam pemerasan itu, telah kena sanksi etik, dan kemudian mendapatkan promosi jabatan.
“Salah satu perwira yang kami identifikasi berinisial RI, ketika sudah mendapatkan sanksi etik, dia mendapatkan promosi,” katanya.
Hal tersebut juga yang membuat ICW dan Kontras memutuskan tidak melaporkan dugaan pemerasan oleh 43 polisi kepada Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri.
Kini kita menunggu langkah KPK dalam menangani laporan tersebut. Ini penting agar ada kejelasan dari tindakan terhadap laporan warga, dalam hal ini ICW, dan Kontras. Jangan sampai partisipasi masyarakat terkesan tidak mendapat respon memadai. ***
Related News
500 Rumah Untuk Korban Banjir di Aceh Utara dari Yayasan Buddha
Presiden: Uang Sitaan Rp6T, Bisa Bangun Hunian Tetap Korban Bencana
Penyaluran SPHP 2025 Jauh dari Target, Tahun Depan Strategi Diubah
Presiden Saksikan Pameran Rp6T Sitaan Kasus Hutan, CPO dan Tambang
Prabowo Bahas Sejumlah Agenda Strategis dengan Beberapa Menteri
Kasus Korupsi Laptop Chromebook, Besarnya Kuasa Staf Khusus Nadiem





