EmitenNews.com - Perekonomian global menunjukkan penguatan, namun pemulihan masih berlangsung lambat dan tidak berimbang. Aktivitas global saat ini masih belum kembali ke level pre-pandemi.


Terdapat pula divergensi pertumbuhan yang semakin meluas di berbagai kawasan serta tantangan yang terus muncul mulai dari konsekuensi jangka panjang dari COVID-19, perang di Ukraina dan meningkatnya fragmentasi geoekonomi, dampak kebijakan moneter ketat dalam rangka mengatasi tekanan inflasi, berkurangnya stimulus fiskal akibat tingkat utang yang sudah tinggi, serta implikasi dari cuaca ekstrem.


Hal ini mengemuka dalam rangkaian Pertemuan Tahunan International Monetary Fund dan World Bank (IMF-World Bank), termasuk di dalamnya pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20 (FMCBG) ke empat, diselenggarakan pada tanggal 10-15 Oktober 2023 di Marakesh, Maroko. Pertemuan turut dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati.

Menghadapi kondisi ekonomi yang kompleks, pada rangkaian pertemuan tersebut, Gubernur Perry Warjiyo mendorong penggunaan bauran kebijakan bank sentral yang tidak bertumpu pada satu instrumen kebijakan saja namun mengkombinasikan berbagai kebijakan. Yaitu kebijakan suku bunga, kebijakan makroprudensial dan kebijakan stabilitas nilai tukar, serta menjelaskan strategi Indonesia dalam menghadapi tekanan inflasi yang berasal dari sisi supply maupun dari sisi demand dengan koordinasi kuat antara otoritas moneter dan fiskal.


Selain itu, Gubernur Perry Warjiyo juga menyoroti pentingnya upaya untuk mengatasi kondisi global yang terfragmentasi dengan berbagai upaya a.l. membuka kesempatan investasi, hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam, dan terus mendorong pengembangan UMKM dengan mengembangkan cross border payment (CBP) untuk meningkatkan keterhubungan UMKM dengan pasar yang lebih luas.


Dalam merespons kondisi global tersebut, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral akan segera menyepakati Global Policy Agenda yang mengangkat tema membangun kesejahteraan dan ketahanan bersama (Building Shared Prosperity And Collective Resilience).


Sebagai upaya untuk menjaga stabilitas dan meningkatkan kesejahteraan, para pembuat kebijakan diharapkan fokus untuk mengembalikan inflasi sesuai target, menjaga stabilitas keuangan, membangun kembali penyangga fiskal, serta mendorong pertumbuhan jangka menengah yang berkelanjutan dan inklusif.


Selanjutnya sebagai upaya memperkuat ketahanan kolektif, IMF menyampaikan perlunya upaya bersama mendorong penguatan jaring pengaman keuangan global untuk membantu negara anggota yang membutuhkan serta penguatan kapasitas IMF dalam memberikan surveilans, pembiayaan dan pemberian asistensi teknis yang relevan pada negara anggota.


Selanjutnya, pada pertemuan G20 yang akan segera berlangsung, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara-negara G20 diagendakan untuk mendiskusikan berbagai tantangan yang muncul dari prospek ekonomi yang tidak merata dan divergen dengan tantangan inflasi inti yang tinggi, beban pembayaran bunga pinjaman negara miskin yang meningkat, serta peristiwa cuaca ekstrem, yang menyebabkan terbatasnya ruang kebijakan, terutama bagi negara berpenghasilan rendah dan menengah.


Lebih lanjut, negara G20 juga akan mendiskusikan topik terkait potensi dan resiko dari aset Kripto bagi stabilitas makro ekonomi dan finansial dan upaya mengatasinya.


Untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, negara G20 berkomitmen untuk mendorong perbaikan bagi kesejahteraan masyarakat secara luas antara lain dengan menekankan pentingnya melanjutkan upaya untuk meningkatkan keuangan berkelanjutan, sistem pembayaran lintas batas serta keuangan inklusif.


Sebagai wujud solidaritas internasional untuk membantu negara berpenghasilan rendah dan komitmen anggota G20, Bank Indonesia menyampaikan kesanggupannya untuk mendukung program IMF untuk pengentasan kemiskinan (Poverty Reduction and Growth Trust – PRGT) dengan memberikan kontribusi pada program tersebut sebesar SDR 26 juta yang akan dipenuhi dari perolehan bunga penempatan deposito Bank Indonesia yang ditempatkan di IMF.


Bantuan tersebut bertujuan untuk membantu negara berpenghasilan rendah untuk mencapai stabilitas ekonomi guna mengurangi kemiskinan, yang diberikan antara lain kepada negara Afrika serta beberapa negara anggota konstituensi South East Asia Voting Group (SEAVG) seperti Laos, Tonga dan Nepal, dimana Indonesia merupakan anggota.


Kontribusi tersebut diharapkan akan menunjukkan peran Indonesia untuk turut meningkatkan resiliensi perekonomian global, yang pada akhirnya berpotensi memberikan dampak positif kepada perekonomian nasional.(*)