Ekonomi Sedang Tidak Baik-Baik Saja, Investasi Perlu Kepastian Hukum
Diskusi Media Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ) bertema "Mengurai Tantangan Sengkarut Kebutuhan Investasi vs Kepastian Hukum di Indonesia", di restoran Tjikinii Lima, Jalan Cikini 1, No.5, Jakarta Pusat, Rabu (25/9/2024). dok. EmitenNews.
EmitenNews.com - Harus diakui perekonomian Indonesia saat ini sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja karena menghadapi tantangan serius. Selain perlambatan ekonomi global, volatilitas pasar, juga ketidakpastian geopolitik turut mempengaruhi stabilitas ekonomi dalam negeri.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research institute Piter Abdullah Redjalam mengemukakan hal tersebut dalam Diskusi Media Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ) bertema "Mengurai Tantangan Sengkarut Kebutuhan Investasi vs Kepastian Hukum di Indonesia", di restoran Tjikinii Lima, Jalan Cikini 1, No.5, Jakarta Pusat, Rabu (25/9/2024).
Dalam acara yang dipandu Faisal Rahman, redaktur pelaksana validnews.com sebagai moderator itu, juga menghadirkan dua pembicara lain. Di antaranya, Partner Visi Law Office Rasamala Aritonang, yang juga mantan Kepala Perancangan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Algooth Putranto, Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Jaya.
Menurut Piter Abdullah, dalam menghadapi situasi tidak baik-baik saja itu, Indonesia perlu mengadopsi strategi yang mampu menggerakkan ekonomi nasional dengan tetap menjaga kepentingan domestik. Indonesia membutuhkan aliran investasi untuk menggerakkan sendi-sendi perekonomian. Persoalannya, tidak mungkin mengharapkan investasi datang ketika kepastian hukum tidak bisa diwujudkan di Indonesia.
Seperti Piter Abdullah, Rasamala Aritonang juga memastikan, kepastian hukum merupakan faktor utama yang dipertimbangkan oleh investor asing sebelum memutuskan untuk menanamkan modalnya. Partner Visi Law Office Rasamala Aritonang, mengungkapkan tiga kunci utama investasi.
"Stability, predictability, dan fairness, merupakan kunci utama investasi. Situasi hari ini, tiga hal itu masih jadi tantangan besar investasi di Indonesia," kata mantan Kepala Perancangan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi itu.
Corruption Perception Index dua tahun belakangan berada pada angka 34, meski pun sebelumnya sempat di atas 40. Artinya, kata Rasamala, saat ini pemberantasan korupsi ternyata mundur, proses pemberantasan korupsi melemah. Ini tentu menjadi perhatian para calon investor.
Masih banyak aturan dari aspek penegakan hukumnya yang tidak jelas. Rasamala mencontohkan, kerja sama investasi besar yang ditandatangani BUMN. Ia mengaku bertemu dengan sejumlah direksi BUMN, mereka takut mengambil keputusan karena akan berhadapan dengan ancaman pidana. “Begitu juga dengan direktur perusahaan swasta yang bekerja sama dengan BUMN."
Menjawab pertanyaan soal strategi menghadapi mafia di sektor pertambangan, misalnya, sekaligus bagaimana membenahinya, Rasamala menyebutkan kunci pembenahannya terletak pada ketegasan aparat. Penegak hukum harus tegas. Jika menemukan praktik suap menyuap maka harus diproses.
“Begitu pula yang menghadapi harus segera diproses hukum jangan ditunda agar mereka mendapat kepastian,” jelasnya.
KPK perlu mengembalikan reputasinya dalam penegakan hukum
Mengenai langkah KPK yang terkesan kurang cepat dalam menangani kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari hingga melakukan pemeriksaan terhadap Tan Paulin, sosok yang disebut beberapa waktu lalu sebagai Ratu Batu Bara dari Kalimantan Timur, Rasamala mengungkapkan dorongannya agar KPK bekerja lebih baik lagi. Terutama dengan adanya seleksi calon pemimpin KPK saat ini.
Calon pimpinan terpilih harus berintegritas, memiliki profesionalisme dalam bidang pemberantasan korupsi. Rasamala juga berharap dalam penegakan hukum, selain oleh KPK, pihak kejaksaan dan kepolisian, juga bisa mengawasi proses penegakan hukum.
“Penting bagi KPK mengembalikan reputasinya dengan melakukan penegakan hukum secara profesional dan berintegritas. Ke depan itu yang perlu kita awasi bersama, media dan masyarakat,” jelas Rasamala Aritonang.
Salah satu yang harus diperbaiki adalah saat ini investor sulit memprediksi saat berhadapan dengan risiko hukum. Rasamala menyebutkan, harus diperbaiki sistem hukum, strukturnya diperbaiki, lembaga penegak hukum bekerja baik.
“Tidak kalah pentingnya, perubahan dari sisi substansi aturan UU agar menghasilkan produk yang tidak multitafsir, bagaimana substansi itu ikut mendorong investasi dengan baik ease of doing business,” jelasnya.
Kita tahu, indeks Ease of Doing Business (EoDB) adalah satu dari setidaknya 159 indikator kinerja global (Global Performance Indicator/GPI) yang tumbuh pesat dua dekade terakhir. Indeks ini digunakan dalam menilai bagaimana suatu negara memberikan kemudahan berusaha bagi seluruh pelaku usaha dengan sejumlah indikator.
Related News
Indonesia, Tantangan Pemberantasan Korupsi Butuh Komitmen Pemerintah
Dari CEO Forum Inggris, Presiden Raih Komitmen Investasi USD8,5 Miliar
Menteri LH Ungkap Indonesia Mulai Perdagangan Karbon Awal 2025
Polda Dalami Kasus Kabag Ops Tembak Kasat Reskrim Polres Solok Selatan
Ini Peran PTPP Dalam Percepatan Penyelesaian Jalan Tol Jelang Nataru
Keren Ini! Rencana Menaker, Gelar Bursa Kerja Setiap Pekan