EmitenNews.com - Sebanyak 35 warga negara Indonesia (WNI) dideportasi oleh Pemerintah Filipina karena terlibat sebagai pelaku judi online internasional di negara itu. Pemerintah Filipina melakukan penghapusan, pengubahan status atau downgrade terhadap seluruh visa-paspor milik WNI yang terindikasi sebagai pekerja operator judi online (Offshore Gaming Operator) di negara tersebut.


Atase Kepolisian (Atpol), Kedutaan Besar Republik Indonesia Manila, Kombes Pol Retno Prihawati mengatakan, kebijakan ini dilakukan setelah pengungkapan kasus judi online. Lokasinya di Hotel Tourist Garden, Lapu-lapu City, Provinsi Cebu, pada 31 Agustus 2024, dengan para pelakunya terdapat warga Indonesia.


"Presiden Filipina Ferdinand Marcos sudah mengeluarkan pelarangan terhadap judi online. Dan beliau memberikan kesempatan sampai akhir Desember 2024 pelaku dari berbagai negara untuk meninggalkan Pilipina," ujarnya, Rabu (23/10/2024) dini hari.


Ia menyatakan, dengan adanya larangan tersebut penutupan total terhadap operasi POGO (Fhilippines Offshore Gaming Operator) berdampak kepada 4.179 WNI. Padalnya, mereka bekerja di industri perjudian online, baik legal maupun ilegal.


"Dengan demikian pemerintah Pilipina melakukan downgrade visa. Namun, bukan kepada seluruh warga Indonesia saja, tetapi kepada seluruh warga negara asing yang bekerja di sektor judi online," katanya.


Retno mengungkapkan, atas adanya hal tersebut Div Hubinter Polri berperan aktif dengan melakukan koordinasi dengan PNP (Fhilippines National Police), NBI (National Bureau of Investigation). Kemudian juga dengan PAOCC untuk mengidentifikasi para WNI yang terlibat atau menjadi operator judi online.


Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri, Juda Nugraha, mengatakan pihaknya melakukan proses pemulangan dari tanggal 22-23 Oktober 2024, totalnya ada 35 WNI. "Mereka yang dideportasi dari Filipina sebagai pekerja judi online, dan ini adalah hasil kerjasama Kemlu dan Div Hubinter Polri serta KBRI Manila," katanya di Bandara Soetta, Selasa (22/10/2024) malam.


Berdasarkan informasi dari Polri dan KBRI Manila, Kepolisian Filipina telah melakukan razia dan penggerebekan perusahaan judi online pada 31 Agustus lalu. Perusahan itu bernama POGO (Philipies Offshore Gaming Operator).


"Hasilnya, ditemukan ada 162 pekerja judi online dari berbagai kewarganegaaraan. Dari jumlah tersebut, 69 di antaranya adalah WNI, lalu KBRI memberikan pendampingan kepada 69 WNI tersebut," ujarnya.


Judha menuturkan, dari 69 WNI itu berdasarkan hasil investigasi oleh Kepolisian Filipina, dua di antaranya dianggap sebagai tersangka. Kemudian, empat WNI sebagai saksi korban dan sisanya sebagian pelaku judi online.


"Terhadap 35 WNI tersebut, dalam dua hari ini dilakukan pemulangan ke Tanah Air. Jadi, ini pembelajaran buat kita semua, bahwa tidak semua kasus judi online adalah TPPO, karena hampir 50 persen yang secara sadar bekerja di bidang judi online," kata Judha.


Kadiv Hubinter Polri, Irjen Pol Krishna Murti menambahkan, pemulangan ini adalah upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Filipina. Khususnya, terkait judi online internasional di Filipina yang melibatkan pelaku-pelaku dari Indonesia.


"Malam ini pulang 22 WNI dari 35 ke Jakarta, dan sisanya ke bandara-bandara lain melalui proses deportasi. Dalam proses deportasi, maka kewajiban untuk membayar tiket pulang ada pada pelaku bukan pada kita, karena mereka bukan korban TPPO," ucapnya.


Menurut Khrisna, dari 69 WNI, dua jadi tersangka di Filipina dan sisanya dideportasi karena melanggar UU Keimigrasian. Karena, mereka bekerja secara ilegal atau nonprosedural di Filipina.(*)