EmitenNews.com - Posisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai 30 September 2025 defisit Rp371,5 triliun. Realisasi itu setara dengan 1,56% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Tekanan terhadap APBN ini terutama bersumber dari menurunnya harga komoditas global, yang mengganggu penerimaan perpajakan di sektor migas, dan tambang.

"Sampai akhir triwulan ketiga 2025, kinerja APBN tetap terjaga dengan defisit 1,56% PDB dengan keseimbangan primer yang positif," kata Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers APBN KiTa, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).

Kita tahu, defisit APBN itu berarti pendapatan negara lebih kecil dibanding jumlah pengeluaran atau belanja negara.

Data yang ada menunjukkan, sampai akhir September 2025, pendapatan negara mencapai Rp1.863,3 triliun atau 65,0% dari outlook. Bandingkan dengan belanja negara yang terealisasi sebesar Rp2.234,8 triliun atau 63,4% dari outlook.

"Pendapatan negara sampai akhir September tercatat sebesar Rp1.863,3 triliun atau telah mencapai 65,0% dari outlook yang ditetapkan. Meskipun lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu secara nominal. Tekanan ini terutama bersumber penurunan harga komoditas global yang mempengaruhi penerima perpajakan khususnya di sektor migas dan tambang," jelas mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan itu.

Pendapatan negara yang terkumpul berasal dari penerimaan pajak Rp1.295,3 triliun, kepabeanan dan cukai Rp221,3 triliun serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang mencapai Rp344,9 triliun.

Penurunan harga komoditas batu bara, sawit menyebabkan penerimaan PPh badan dan PPN dalam negeri sedikit tertahan. Namun, Purbaya menilai, sektor manufaktur memberikan kontribusi positif terhadap penerimaan.

Sementara itu, belanja negara yang berasal dari belanja pemerintah pusat yakni Rp1.589,9 triliun, serta transfer ke daerah Rp644,9 triliun.

Untuk meningkatkan pemasukan dari sektor perpajakan, Kementerian Keuangan terus menagih tunggakan para wajib pajak, terutama 200 wajib pajak besar. Mereka memiliki tunggakan sampai Rp60 triliun, yang baru tertagih Rp7 triliun. ***