EmitenNews.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kebijakan dari hilirisasi mineral membawa dampak positif terhadap penerimaan devisa dari ekspor.
“Pada tahun kemarin, ekspor besi baja Indonesia mencapai USD20,8 miliar,” ungkapnya. Menurut Airlangga angka itu naik 20 kali lipat dibanding tahun sebelumnya, yang hanya ekspor bahan mentah nikel dengan pendapatan USD1 miliar. Besi baja merupakan turunan hasil olahan dari tambang nikel
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Surabaya, Minggu (20/2) menegaskan kementeriannya bertekad terus menjalankan hilirisasi guna meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri. Upaya strategis ini memberikan dampak yang luas bagi perekonomian nasional, seperti peningkatan devisa dari investasi dan ekspor serta penambahan jumlah serapan tenaga kerja.
“Kebijakan hilirasi menjadi salah satu sumber penerimaan negara, dengan produk turunannya untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam dan luar negeri. Kebijakan ini sejalan dengan arahan Presiden bahwa pemerintah akan menghentikan ekspor raw material seperti minerba secara bertahap,” katanya.
Karenanya Menperin mengapresiasi hilirisasi yang dilakukan PT Smelting, dengan meningkatkan kapasitas produksi smelter tembaga hingga 30 persen. Dengan demikian, kapasitasnya produksinya akan meningkat dari 300 ribu ton menjadi 342 ribu ton katoda tembaga per tahun.
“Kami mendapat laporan, investasi dari eskpansinya kali ini mencapai USD231 juta, dan ditargetkan pembangunannya selesai sebelum akhir Desember 2023,” ungkap Agus.
Ekspansi PT Smelting telah dilakukan sebanyak empat kali dalam rangka peningkatan kapasitas produksi. Tahap pertama, kapasitas produksi katoda tembaga dari PT Smelting sebesar 200 ribu ton per tahun.
Pada tahun 1999, ekspansi pertama dilakukan dengan menambah kapasitas produksi katoda tembaga menjadi 255 ribu ton per tahun. Berikutnya, tahun 2001 ditingkatkan lagi menjadi 270 ribu ton. Ekspansi ketiga, pada 2009, menambah kapasitas jadi 300 ribu ton per tahun.
Selama ini, PT Smelting mengolah konsentrat tembaga hasil tambang PT Freeport Indonesia di Papua. PT Smelting mempunyai tiga pabrik, terdiri dari pabrik peleburan (smelter), pabrik pemurnian (refinery) dan pabrik asam sulfat.
“PT Smelting yang didirikan sejak tahun 1996 di Gresik ini, menjadi pembangunan refinery mineral yang pertama di Indonesia. Dengan ekspansi ini, PT Smelting juga menjadi pabrik smelter tembaga yang pertama dan satu-satunya di Indonesia,” papar Agus.
Melalui pembangunan pabrik baru PT Smelting ini, yang semula hanya mengolah 1 juta ton konsentrat tembaga per tahun, akan meningkat kapasitasnya menjadi 1,3 juta ton konsentrat per tahun.
Dengan kontribusi dari perusahaan refinery lainnya yang memiliki kapasitas serapan konsentrat 2 juta ton, maka di Gresik ini akan menghasilkan total serapan konsentrat 3,3 juta ton.
Direktur Pengembangan Bisnis dan Komersial PT Smelting Irjuniawan P Radjamin mengemukakan, proyek ekspansi kali ini juga untuk manambah pabrik asam sulfat baru. Selain itu menaikkan kapasitas beberapa peralatan di smelter dan menambah jumlah sel elektrolisa di refinery.
“PT Smelting terus berkomitmen untuk terus berkontribusi terhadap negeri kita tercinta. Dengan peningkatan kapasitas produksi ini, tentu akan makin mengokohkan Indonesia sebagai salah satu produsen tembaga dunia,” ucapnya.
Menperin optimistis, upaya hilirisasi tembaga ini bakal prospektif ke depannya seiring dengan adanya pengembangan sumber energi terbarukan, kendaraan listrik, dan solar panel. “Karena semuanya butuh tembaga,” ujarnya.(fj)
Related News
Ini Peran PTPP Dalam Percepatan Penyelesaian Jalan Tol Jelang Nataru
Keren Ini! Rencana Menaker, Gelar Bursa Kerja Setiap Pekan
JK Apresiasi Pembangunan Gedung Baru 15 Lantai FEB Unhas
November Ini, Desk Judi Online Ajukan 651 Pemblokiran Rekening Bank
Komisi III DPR Pilih Komjen Setyo Budiyanto Ketua KPK 2024-2029
Korupsi Pengadaan APD Covid-19, Tersangka Beli Pabrik Air Minum Rp60M