EmitenNews.com - Seperti dilaporkan BPS tingkat inflasi tahunan Indonesia berada pada 2,06% (Y/Y) pada Februari 2022. Sedikit menurun dari level tertinggi 20 bulan Januari sebesar 2,18% Y/Y karena beberapa harga pangan mendingin.


Sedangkan tingkat inflasi inti tahunan naik ke level tertinggi 18 bulan di 2,03% Y/Y dari 1,84% Y/Y di bulan Januari.


Tekanan harga di tingkat grosir juga sedikit mereda dengan Indeks Harga Grosir Umum (WPI) naik 2,90% Y/Y, moderat dari kenaikan 3,10% Y/Y. IHS Markit Indonesia Manufacturing PMI turun menjadi 51,2 pada Februari 2022 dari 53,7, menandai enam bulan berturut-turut membaiknya kondisi bisnis.


Ekonom Phillip Sekuritas, Jasa Adimulya mengakui inflasi utama Februari keluar jauh lebih rendah dari yang diperkirakan, 2,72% Y/Y. Namun, prakiraan mereka untuk tingkat inflasi FY2022 tidak berubah.


"Kami memproyeksikan inflasi utama mencapai 2,77% - 3,02% pada akhir tahun ini karena aktivitas ekonomi kembali ke level pra-pandemi yang tidak terkendali," katanya dalam rilis yang diterima Kami (3/3).


Ekspektasi inflasi yang lebih tinggi tercermin dari peningkatan imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun. Potensi tren inflasi juga terlihat pada pertumbuhan pesat jumlah uang beredar luas yang telah melampaui pertumbuhan riil ekonomi.


"Kami memperkirakan imbal hasil Obligasi Pemerintah Indonesia (IGB) 10-tahun sebentar lagi naik ke 6,63% setelah menembus di atas pita tengah (6,44%) dari Bollinger Band indikator," ulas Adimulya. Indikator Bollinger Band mulai menekan pada bulan November 2021, menunjukkan periode volatilitas rendah yang sering menandakan kemajuan yang signifikan atau menurun.


Curamnya kurva imbal hasil negara Indonesia kemungkinan akan melebar bulan ini karena imbal hasil pada IGB 10 tahun merayap naik sementara hasil di ujung pendek kurva tetap rendah oleh kebijakan moneter Bank Indonesia yang akomodatif.


Kurva imbal hasil yang curam menunjukkan bahwa investor memperkirakan kemungkinan yang lebih tinggi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat bagi sektor yang sensitif secara ekonomi, seperti Layanan Komunikasi, Energi, Industri dan Teknologi.


Dalam kondisi ini, saham di sektor Keuangan mengungguli pasar ekuitas yang lebih luas. Sampai saat ini berdasarkan catatan Phillip Keuangan BEI menghasilkan return sebesar 7,48% YTD dibandingkan dengan pengembalian 5,17% YTD.


Prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat telah mendorong investor lebih berani mengambil risiko. Adimulya menilai membandingkan IGB bertenor 20 tahun dengan IHSG adalah indikator yang baik untuk investor.


"Oleh karena itu kami memproyeksikan IHSG akan ditutup tahun ini pada kisaran 7.222 (+9,74%) dan 7584 (+15,24%). Pada skenario terburuk, kami memperkirakan IHSG naik tipis 3,90% ke 6838," katanya.(fj)