IHSG Terus Melemah, Saatnya untuk Menyerah?

ilustrasi papan perdagangan di Bursa Efek Indonesia. Dok/EmitenNews
EmitenNews.com -Pasar saham kita terus mengalami tekanan dan menunjukkan tren penurunan. Pada penutupan perdagangan tanggal 11 Februari kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di angka 6.531,99.
Berdasarkan data, IHSG tahun lalu tepatnya tanggal 19 September 2024 sempat mencatatkan rekor kapitalisasi pasar tertinggi yaitu sebesar Rp 13.475 triliun. Saat itu, IHSG menyentuh angka 7.905,39.
Setelah itu, IHSG terus mengalami fluktuasi namun lebih menunjukkan tren penurunan. Per 30 Desember 2024, IHSG ditutup pada level 7.079,90 dan kapitalisasi pasar senilai Rp 12.367,42 triliun.
Pencapaian pasar saham tahun lalu memang lebih baik bila dibandingkan tahun sebelumnya. Per 29 Desember 2023, IHSG hanya berhasil menyentuh angka Rp 11.674 triliun.
Namun kembali lagi, bila dibandingkan dengan data per hari ini, jelas sekali terlihat bahwa IHSG sedang mengalami penurunan yang dalam. Ini tercermin juga dari kinerja harga beberapa saham dengan kapitalisasi besar yang secara historis selalu menjadi penopang indeks. Kita sebut saja empat saham BUMN yaitu BBRI, BMRI, BBNI, dan TLKM sebagai contohnya.
Saham Bank BRI (BBRI) yang tahun lalu sempat mencatatkan rekor di angka Rp 6.400 per lembar sahamnya, per hari ini sudah turun dalam menjadi Rp 4.010 per lembar.
Saham Bank Mandiri (BMRI) yang tahun lalu sempat menyentuh angka Rp 7.425 juga sudah turun sampai ke angka Rp 4.880. Dalam kurun waktu dua minggu terakhir, harga saham BMRI sudah turun lebih dari 20%.
Saham Bank BNI (BBNI) dari harga Rp 6.225 turun ke angka Rp 4.070. Selanjutnya saham PT Telkom Indonesia (TLKM) yang awal tahun lalu sempat berada di angka Rp 4.210 sudah terjun bebas ke angka Rp 2.320 per lembar.
Penurunan harga saham TLKM bahkan diprediksi bakal berlanjut dan bisa lebih dalam lagi seiring tersiarnya berita salah satu Komisarisnya menjadi tersangka kasus korupsi.
Daftar penurunan harga saham-saham berkapitalisasi jumbo diatas tentu masih bisa kita tambahkan lebih banyak lagi. Namun sepertinya, empat contoh emiten diatas sudah cukup mewakilli dan memberikan gambaran.
Penurunan harga saham trio “big banks” BUMN saja jelas mengirimkan sinyal yang sangat penting. Untuk kasus contoh saham tiga bank ini, penurunan harga yang terjadi seperti hari-hari belakangan ini bisa dikatakan sangat langka dan jarang terjadi.
Pelaku pasar saham pasti sudah sangat hafal bahwa bila tidak ada sesuatu hal yang luar biasa sedang terjadi (seperti saat pandemi Covid-19) tiga bank raksasa itu cenderung punya kinerja yang relatif stabil bahkan terus meningkat. Tercermin juga dari harga sahamnya yang biasanya selalu mengalami tren kenaikan.
Pembalikan arah harga saham yang terjadi saat ini mengindikasikan sekurang-kurangnya dua hal penting. Pertama, kinerja emiten tersebut sedang tertekan atau minimal tidak sesuai ekspektasi pasar. Kedua, penurunan kinerja itu sekaligus menggambarkan kondisi fundamental perekonomian kita yang memang sedang tidak baik-baik saja.
Kita bisa apa?
Pada kondisi sedemikian rupa, kita sebagai investor saham lalu bisa apa? Saat melihat kondisi IHSG yang terus melemah, harga saham terus memerah, apakah ini saat yang paling tepat untuk menyerah? Berpisah sementara atau mungkin selamanya dari dunia saham?
Setiap keputusan tentu kembali pada pribadi masing-masing. Toh, setiap keputusan yang diambil berikut konsekuensinya pada akhirnya akan ditanggung sendiri juga. Namun ada baiknya kita coba belajar dari sejarah dan fakta-fakta yang ada.
Pasar saham dimanapun (tak hanya Indonesia) pasti pernah dan bahkan sudah beberapa kali merasakan periode krisis. Bila ditarik secara historis dari peristiwa terdekat, tentu saja ingatan kita terbang pada saat pandemi Covid-19 yang terjadi sekitar tahun 2019-2020. Saat itu, semua pasar saham global dilanda kepanikan yang luar biasa.
Related News

Perang Dagang AS-China Guncang Rupiah & Pasar Saham, Kita Harus Apa?

Sikap Prabowo ke Saham: Ketegasan Politik atau Ketidaktahuan Ekonomi?

Tarif Impor vs Pertumbuhan Ekonomi : Bagaimana Investor Bisa Bertahan?

Dilema Adaro: Mengapa Batu Bara Masih Mendominasi Dibanding EBT?

Dampak Tarif Impor AS: Ancaman bagi Pasar Global dan Ekonomi Indonesia

Lakukan Hal Ini Ketika IHSG dan Saham-Saham Turun Terus