EmitenNews.com - Indonesia mampu menawarkan kredit karbon hingga 577 juta ton. Sebagian besar kredit karbon ini telah melalui proses verifikasi dan siap dipasarkan di pasar internasional. Menurut Ketua Delegasi Indonesia untuk COP 29, Hashim Djojohadikusumo, Uni Emirat Arab, termasuk Abu Dhabi dan Dubai menunjukkan minat besar untuk membeli sebanyak 287 juta ton.

Kepada pers, Selasa (19/11/2024), Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan dari 577 juta ton tersebut, 30 juta ton sudah dibeli oleh pemerintah Norwegia. Sedangkan pemerintah Uni Emirat Arab (UEA), termasuk Abu Dhabi dan Dubai, menunjukkan minat besar untuk membeli lebih dari separuh, sekitar 287 juta ton.

Potensi besar ini tidak hanya menjadi langkah penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim, tetapi juga menjadi sumber pendapatan negara yang signifikan.

Hashim mengklaim ini suatu kemajuan, suatu aset baru. Pemerintah Indonesia bisa dapat penerimaan negara yang luar biasa dari karbon. Apalagi, dalam beberapa bulan ini akan tambahan 600 juta lagi.

Dari kredit karbon ini, pemerintah Indonesia berpeluang mendapatkan penerimaan negara yang luar biasa. Setidaknya, jika 1 ton karbon bernilai minimal USD10, maka Indonesia bisa meraup lebih dari USD10 miliar pada tahun depan.

Seperti diketahui, perdagangan karbon adalah sistem jual-beli sertifikasi atau izin untuk menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) dalam jumlah tertentu. Perdagangan karbon juga dikenal sebagai Emission Trade System (ETS) atau perdagangan emisi karbon. 

Perdagangan karbon dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), penyebab utama pemanasan global dan perubahan iklim. 

Dalam perdagangan karbon, negara atau perusahaan yang menghasilkan emisi karbon dapat membeli sertifikat penyerapan karbon dari negara atau perusahaan lain yang memiliki potensi untuk menyerap emisi karbon. ***