EmitenNews.com - Pemerintah akan menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan seluruh anggota polisi harus mengundurkan diri atau pensiun dari Korps Bhayangkara bila ingin mengisi jabatan sipil atau struktur di luar Polri. Tetapi, pemerintah harus mempelajari lebih detail keputusan MK nomor 144/PUU-XXIIII/2025 itu.

Dalam keterangannya yang dikutip Jumat (14/11/2025), Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan hingga saat ini, pemerintah belum menerima salinan putusan yang sebenarnya sudah diunggah MK secara terbuka di laman resminya.

“Namun sebagaimana namanya keputusan MK ini kan final dan mengikat. Ya, akan meminta pengunduran diri kalau aturannya seperti itu,” ujar Mensesneg Prasetyo Hadi.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menilai, putusan MK tersebut tak menutup pintu rapat peluang anggota polisi bertugas di luar lembaga kepolisian. Politikus Partai Gerindra itu mengemukakan, putusan tersebut tetap mengizinkan polisi aktif menduduki jabatan di kementerian atau lembaga lain; asalkan masih bersinggungan dengan tugas-tugas Korps Bhayangkara.

"Kalau yang saya tangkap ya, polisi itu hanya boleh menempatkan personil di luar institusi kepolisian yang bersinggungan dengan tugas-tugas polisi, kalau saya tidak salah begitu," ujar Sufmi Dasco Ahmad kepada awak media, Kamis (13/11/2025). 

Seperti tercantum dalam Pasal 30 Ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945, Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. 

"Nah itu nanti dijabarkan Kepolisian dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi dan lain-lain," ujar dia. 

Jika demikian, polisi berarti memang masih bisa mengisi sejumlah jabatan di lembaga negara yang berkaitan dengan tugas polri. Di antaranya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Kementerian Koordinator bidang Politik dan Keamanan.

Keluarnya putusan MK itu, berdasarkan gugatan yang diajukan mahasiswa doktoral Syamsul Jahidin dan lulusan sarjana hukum Christian Adrianus Sihite. Mereka menggugat Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).

Intinya: “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Yang dimaksud dengan 'jabatan di luar kepolisian' adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.”

Kedua penggugat menilai, beleid tersebut rancu dan menjadi celah bagi anggota polisi untuk tetap menjadi anggota aktif saat mengisi jabatan sipil. 

Mereka menyebut beberapa posisi jabatan sipil yang tengah diisi petinggi aktif polri seperti Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Mereka menilai keberadaan anggota aktif polisi pada posisi tersebut bertentangan dengan netralitas aparatur negara. Selain itu, hal ini berulang kali menurunkan kualitas demokrasi dan meritokrasi pada tubuh aparatur sipil negara (ASN). 

MK dalam putusannya sepakat dengan kedua pemohon tersebut yang kemudian mempertegas bunyi Pasal 28 ayat 3 UU Polri. Pasal tersebut berhenti dan berfokus pada 'dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.' Mahkamah menghapus frasa 'atau tidak berdasarkan penugasan dari kapolri' yang kerap digunakan sebagai celah hukum.

Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur mengatakan, frasa 'atau tidak berdasarkan penugasan kapolri' sama sekali tak memperjelas isi Pasal 28 Ayat 3 UU Polri. Rumusan beleid tersebut  hanya menimbulkan ketidakpastian hukum bagi anggota polisi dan ASN di luar institusi kepolisian. ***