EmitenNews.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan banding atas vonis untuk mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, karena disparitas nominal uang pengganti. Tuntutan jaksa penuntut umum Rp44,7 miliar, sedangkan putusan hakim dalam perkara korupsi di Kementerian Pertanian periode 2019-2023, dengan terdakwa SYL tersebut, hanya Rp16,4 miliar.

"Ya, ada disparitas di uang pengganti, yang cukup jauh. Tetapi, kita tunggu saja nanti," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat(12/7/2024).

Masalah nominal uang pengganti tersebut menjadi sorotan. Pasalnya, tuntutan jaksa sebesar Rp44,7 miliar, diputus hakim menjadi Rp16,4 miliar dengan dalih untuk kepentingan dinas Kementan dan masyarakat.

"Kalau memang menjadi pertimbangan untuk banding mungkin itu menjadi salah satu yang akan dimasukkan sebagai bandingnya," ujarnya.

Tetapi, sejauh ini jaksa KPK masih bersikap pikir-pikir, dalam waktu 7 hari. Jaksa KPK juga masih menunggu amar putusan majelis hakim secara lengkap untuk selanjutnya berkoordinasi dengan pimpinan KPK sekaligus dengan internal lembaga antirasuah sebelum menentukan sikap.

"Jaksa masih menggunakan waktu tujuh hari pikir -pikir dan berkoordinasi dengan pimpinan untuk memutuskan apakah akan menerima putusan atau banding," kata Tessa Mahardika.

Seperti diketahui majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/7/2024), menghukum Menteri Pertanian periode 2019-2023 Syahrul Yasin Limpo, pidana 10 tahun penjara dan denda sebanyak Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan. Hakim menilai SYL terbukti melakukan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam rentang waktu 2020-2023.

"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 10 tahun dan denda Rp300 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan," kata Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (11/7/2024).

Hakim Rianto menegaskan bahwa SYL terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama penuntut umum.

Dengan demikian, SYL melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain pidana utama, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti bagi SYL sebesar Rp14,14 miliar ditambah USD30.000, subsider 2 tahun penjara.

Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yakni pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan. JPU juga meminta hakim memutuskan agar SYL membayar uang pengganti Rp44,27 miliar dan USD30.000, dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.

Majelis hakim menyatakan tidak ada hal yang dapat menghapus pidana pada diri SYL. Hakim berpendapat, mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu, seharusnya memahami mana fasilitas resmi dan tidak resmi bagi seorang menteri.

Menurut Hakim, berbagai dalih SYL dan tim pengacaranya, milsanya, terkait pemberian mobil untuk anak SYL, perekrutan cucu SYL sebagai honorer Kementan, hingga pembayaran biaya umrah bertentangan dengan fakta dalam persidangan. Hakim menyatakan tidak sependapat dengan pleidoi SYL dan tim pengacaranya.

Yang memberatkan SYL berbelit-belit dalam memberikan keterangan, tak memberikan teladan baik sebagai pejabat publik, tidak mendukung pemberantasan korupsi, serta menikmati hasil korupsi. 

Yang meringankan, SYL telah berusia lanjut, berkontribusi positif saat krisis pangan di era pandemi COVID-19 serta banyak mendapat penghargaan dari pemerintah.

Sebelumnya, jaksa penuntut umum dalam tuntutannya meminta majelis hakim menjatuhkan vonis 12 tahun penjara. ***