EmitenNews.com - Jangan main-main, Presiden Joko Widodo serius dalam menggaungkan benci produk asing, dan cinta produk dalam negeri. Begitu concernnya sampai Presiden pernah memecat langsung petinggi PT Pertamina (Persero), karena penggunaan barang impor yang berpengaruh terhadap Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Parahnya, karena pipa yang didatangkan dari luar negeri itu, bisa diproduksi di dalam negeri.
Dalam Rakernas Penguatan Ekosistem Inovasi Teknologi BPPT 2021, Selasa (9/3/2021), Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengemukakan, betapa seriusnya kesalahan petinggi BUMN migas itu, sampai akhirnya Presiden Jokowi turun tangan memecatnya. Luhut bahkan menyebut Pertamina ngawur karena kebijakan impor pipa, yang sebenarnya bisa dibuat oleh anak-anak bangsa di negeri sendiri.
Kesalahan sang pejabat BUMM itu, berlipat-lipat karena impor pipa yang dilakukannya, berlangsung di tengah pemerintah mendorong kenaikan TKDN untuk menekan impor, selain menjaga neraca perdagangan. Luhut menilai, tindakan Pertamina itu menunjukkan kurangnya idealisme kecintaan kepada bangsa. Padahal, seharusnya generasi muda lebih mencintai bangsanya. LBP sekaligus sedih, melihat ada pejabat yang malah melacurkan diri hanya demi memperkaya diri.
Untuk memahami mengapa sampai Presiden begitu perhatian terhadap pemakaian barang-barang dalam negeri, dan menyatakan benci pada produk impor, bukan semata karena berpengaruh pada TKDN. Tetapi, juga ada kedaulatan bangsa yang dipertaruhkan. Kata Luhut ada pertaruhan harga diri bangsa, yang seharusnya dijunjung tinggi oleh segenap komponen bangsa.
Seperti diketahui aturan TKDN tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri. Dalam Pasal 54 disebutkan peningkatan penggunaan produk dalam negeri bertujuan untuk memberdayakan industri di dalam negeri dan memperkuat struktur industri. TKDN adalah jumlah komponen yang terkandung dalam negeri pada barang, jasa dan gabungan barang dan jasa.
Pengguna produk dalam negeri ini terdiri atas lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, lembaga pemerintah lainnya, satuan kerja perangkat daerah dalam pengadaan barang atau jasa, badan usaha milik negara (BUMN). Juga, badan hukum lainnya yang dimiliki negara, badan usaha milik daerah (BUMD), dan badan usaha swasta.
Khusus untuk pengadaan barang atau jasa, pengguna produk dalam negeri wajib menggunakan produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai TKDN dan nilai bobot manfaat perusahaan minimal 40 persen. Sementara, produk dalam negeri yang wajib digunakan minimal 25 persen.
Perlu diketahui, pengguna produk dalam negeri bisa melakukan tender atau pembelian langsung secara elektronik dalam proses pengadaan barang atau jasa. Nantinya, nilai TKDN dan nilai bobot manfaat perusahaan harus mengacu pada daftar inventarisasi barang atau jasa produksi dalam negeri. Besaran TKDN dan nilai bobot manfaat perusahaan atas produk dalam negeri yang diserahkan produsen dalam pengadaan produk dalam negeri harus sesuai besaran nilai yang tertulis dalam daftar inventarisasi barang atau jasa produksi dalam negeri.
Dalam Pasal 62 Ayat 1 disebutkan pejabat yang melakukan pengadaan barang atau jasa wajib mencantumkan persyaratan produk dalam negeri dalam penyusunan dokumen pengadaan barang atau jasa. Kemudian pejabat pengadaan barang atau jasa dapat meminta klarifikasi terhadap kebenaran nilai TKDN yang tercantum dalam daftar inventarisasi barang atau jasa produksi dalam negeri. Klarifikasi ini bisa diminta kepada Kementerian Perindustrian.
Related News
KAGAMA-MBA Bahas Ekonomi Hijau Menuju Indonesia Emas 2045
Roundtable US-ABC, Menko Airlangga Jabarkan Ekonomi Indonesia
Kupas Tuntas Strategi Indonesia Hadapi Tantangan Ekonomi 2025
Indonesia, Tantangan Pemberantasan Korupsi Butuh Komitmen Pemerintah
Dari CEO Forum Inggris, Presiden Raih Komitmen Investasi USD8,5 Miliar
Menteri LH Ungkap Indonesia Mulai Perdagangan Karbon Awal 2025