EmitenNews.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan membuka pintu bagi investor yang ingin membangun industri bauksit di Indonesia. Pasalnya, mulai tahun depan pemerintah tidak akan mengekspor bauksit mentah lagi.


Kebijakan itu ditempuh untuk mewujudkan hilirisasi industri sektor pertambangan dengan cara menghentikan ekspor bahan mentah atau raw material produk-produk pertambangan secara bertahap.


“Kepada investor bahwa yang namanya ekspor raw material kalau sudah nikel ini akan masuk lagi ke yang namanya bauksit. Jadi yang ingin membangun industri, membangun untuk hilirisasi bauksit, silahkan. Karena kesempatannya hanya ada satu tahun. Setelah itu akan stop, ga boleh lagi,” ujar Jokowi, Senin (27/12).


Jokowi menambahkan, penghentian ekspor bahan mentah akan dilakukan secara bertahap dan saat ini pemerintah telah menghentikan ekspor nikel mentah.


“Tahun depan akhir, saya sudah berikan pemanasan terlebih dahulu stop bahan mentah bauksit. Tahun depannya lagi, akan kita stop lagi untuk minerba yang lainnya,” kata dia.


Presiden yakin dengan penyetopan ekspor bahan mentah akan membuat industri di dalam negeri berkembang dengan sangat cepat. Selain itu, hilirisasi juga akan berkembang sangat cepat.


“Karena memang tidak ada pilihan yang ingin mengambil, membeli bahan mentah kita sudah tidak bisa lagi. Artinya mau tidak mau harus mendirikan industri di tanah air. Sehingga kita tidak ekspor lagi yang namanya bahan mentah yang sudah berpuluh-puluh tahun kita lakukan tanpa memberikan nilai tambah yang besar kepada negara,” imbuhnya.


Disisi lain Presiden optimis Indonesia mampu memproduksi alat kesehatan (Alkes), obat-obatan dan bahan baku obat. Karena itu, dia menyatakan akan segera menghentikan impor barang-barang tersebut. 


“Alat-alat kesehatan, obat-obatan, bahan baku obat, kita harus berhenti untuk mengimpor barang-barang itu lagi dan kita lakukan, kita produksi sendiri di negara kita,” kata Presiden di acara groundbreaking Rumah Sakit (RS) Bali International Hotel di Kawasan Wisata Sanur, Kota Denpasar, Provinsi Bali, Senin (27/12). 


Sementara itu, untuk menekan impor bahan baku obat, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan akan memfokuskan BUMN Indofarma pada pengembangan industri herbal untuk obat-obatan. 


“Industri herbal sendiri kita punya kekuatan, memang kita mempunyai alam dan punya kultur mengenai industri herbal ini. Karena itu Indofarma kita akan fokus pengembangan industri herbal pengobatan,” ujarnya. 


Di sisi lain, BUMN Kimia Farma, tetap akan fokus dalam penyediaan obat-obatan generik untuk memberikan akses obat yang terjangkau bagi masyarakat. Produksi obat-obatan ini juga akan didorong untuk menggunakan bahan baku dalam negeri. 


“Ini kalau digabungkan ya kita berharap ke depan, empat tahun ke depan kita bisa menekan impor bahan baku obat sampai 75%. Jadi yang 95 turun menjadi 20%,” ujarnya. 


Erick mengungkapkan, saat ini telah mengonsolidasikan klaster kesehatan BUMN. Ini merupakan bagian dari pembentukan ekosistem guna memperkuat ketahanan dan kemandirian kesehatan. 


“Kita tahu, ekosistem ini menjadi kunci. Kalau kita berdiri sendiri-sendiri akhirnya tentu kita tidak punya kekuatan yang terpadu untuk menahan gelombang yang terjadi ke depannya,” ujarnya. 


Sebagaimana diketahui, Kementerian BUMN juga telah menggabungkan Bio Farma sebagai perusahaan induk (holding company) yang membawahi Kimia Farma, Indofarma, dan sejumlah rumah sakit yang berada di bawah Indonesia Healthcare Corporation (IHC). Selain itu, secara bisnis Bio Farma diharapkan mampu membuka peluang baru dalam industri kesehatan seperti industri vaksinasi. 


“Kita coba sekarang bekerja sama dengan berbagai pihak, apakah mengembangkan vaksin mRNA atau protein rekombinan yang hari ini memang masih terus kita jajaki,” ujarnya.