EmitenNews.com - Tuntutan 12 tahun penjara untuk Direktur Utama PT Timah Tbk. ((TINS) 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani. Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung Ardito Muwardi menilai Mochtar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah 2015-2022.

Dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis(5/12/2024), JPU Kejagung mengungkapkan Mochtar melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum.

Di luar pidana badan, JPU juga menuntut Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dengan pidana denda sejumlah Rp1 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayar diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama satu tahun.

Belum cukup. Jaksa juga menuntut Mochtar dengan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp493,39 miliar. Nanti memperhitungkan barang bukti aset milik terdakwa yang telah dilakukan penyitaan.

Apabila Mochtar tidak dapat membayar uang pengganti tersebut selama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutup uang pengganti.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama enam tahun," ujar JPU.

Masih dalam persidangan yang sama, Direktur Keuangan PT Timah periode 2016-2020 Emil Ermindra dituntut dengan pidana yang sama dengan Mochtar, yakni penjara selama 12 tahun, denda Rp1 miliar, serta uang pengganti Rp493,39 miliar. Masing-masing ketentuan yang sama serta dinilai melanggar pasal yang sama pula.

Sebelumnya, Mochtar didakwa telah mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal di wilayah Izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah yang merugikan negara senilai Rp300 triliun.

Kegiatan penambangan ilegal dimaksud dilakukan oleh lima smelter swasta, yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.

Menurut JPU, perbuatan Mochtar mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, baik di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah, berupa kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan.

Mochtar diduga mengakomodasi kegiatan penambangan ilegal bersama-sama dengan Emil serta Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020 Alwin Albar. ***