EmitenNews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan nama dua anggota DPR RI, Satori dan Heri Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi terkait penyaluran dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dua hari lalu KPK sudah mengungkapkan adanya dua tersangka itu, tetapi belum menyebutkan nama, dan konstruksi hukumnya.

"Setelah dilakukan penyidikan umum sejak Desember 2024, penyidik telah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup, dan menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu HG (Heri Gunawan) anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024 dan ST (Satori) anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024," kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Jakarta, Kamis (7/8/2025).

Saat ini, Satori dan Heri Gunawan masih menjabat anggota DPR 2024-2029. Namun keduanya sudah tak lagi duduk di Komisi XI.

Menurut Asep Guntur Rahayu, Komisi XI DPR memiliki kewenangan terkait penetapan anggaran untuk BI dan OJK. BI dan OJK sepakat memberikan dana program sosial kepada masing-masing anggota Komisi XI DPR RI untuk 10 kegiatan per tahun dari BI dan 18 sampai 24 kegiatan dari OJK per tahun.

Kesepakatan tersebut dibuat seusai rapat kerja Komisi XI DPR bersama pimpinan BI dan OJK, yang digelar tertutup pada November 2020, 2021, dan 2022.

Dana pertanggungjawaban sosial itu diberikan kepada anggota Komisi XI DPR untuk dikelola lewat yayasan masing-masing anggota Komisi XI DPR saat itu. Penyaluran itu dibahas lebih lanjut oleh tenaga ahli masing-masing anggota Komisi XI DPR dan pelaksana dari OJK dan BI.

Persoalannya, setelah uang tersebut dicairkan,KPK menduga Heri Gunawan dan Satori tidak menggunakan uang itu sesuai ketentuan.

Pada periode tahun 2021 sampai 2023, yayasan-yayasan yang dikelola oleh HG dan ST telah menerima uang dari mitra Kerja Komisi XI DPR RI, namun tidak melaksanakan kegiatan sosial. Padahal, hal itu dipersyaratkan dalam proposal permohonan bantuan dana sosial.

Dalam penanganan kasus korupsi itu, KPK menjerat keduanya dengan pasal Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP.

Pengusutannya menggunakan sprindik umum pada Desember 2024

Sebelumnya, KPK mengungkapkan terus mengusut kasus korupsi dana CSR BI (dan OJK) yang disalurkan ke yayasan berdasarkan rekomendasi Komisi XI DPR. Pengusutannya menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum yang ditandatangani pada minggu ketiga Desember 2024. 

Menurut Asep, penyaluran dana CSR BI ke yayasan yang direkomendasikan Anggota Komisi XI DPR itu, tidak sesuai peruntukannya.  

“Kami dapat informasi, juga dari data-data yang ada, CSR yang diberikan kepada para penyelenggara negara ini melalui yayasan yang disampaikan, direkomendasikan kepada mereka, tapi tidak sesuai peruntukannya," kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, dikutip Rabu (22/1/2025). 

Dana CSR yang dikirim BI ke rekening yayasan diduga diolah dengan beberapa cara. Antara lain memindahkan ke beberapa rekening lain dan diubah menjadi aset. Ada juga yang kemudian pindah dulu ke beberapa rekening lain. Dari situ menyebar, tetapi terkumpul lagi di rekening yang bisa dibilang representasi penyelenggara negara ini.

“Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan. Jadi, tidak sesuai peruntukannya," ujar Asep Guntur Rahayu.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan, KPK mendalami aliran uang dari kasus dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia melalui pemeriksaan delapan ketua yayasan sebagai saksi dalam perkara tersebut. Materi tersebut didalami pada pemeriksaan di kantor Kepolisian Resor Kota Cirebon, Kamis (24/7/2025). 

“Kepada para saksi dari yayasan-yayasan tersebut didalami terkait aliran penggunaan uang dalam PSBI, Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Jadi, dari uang-uang PSBI itu penggunaannya untuk apa saja? Apakah semuanya digunakan atau hanya sebagian? Sebagiannya lagi ke mana? Untuk apa? Untuk siapa?,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Selasa (29/7/2025).