EmitenNews.com - Bertambah tersangka kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016 yang merugikan negara Rp578 miliar. Penyidik Kejaksaan Agung menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus korupsi yang melibatkan (mantan) Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong itu. Enam di antaranya berstatus dirut, dan lainnya direktur perusahaan masing-masing.

Dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (20/1/2025), Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengatakan bahwa sembilan tersangka itu merupakan pihak perusahaan swasta.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang telah kami peroleh selama penyidikan, maka tim penyidik telah mendapatkan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan sembilan tersangka," kata Abdul Qohar.

Sembilan tersangka itu adalah TWN (Direktur Utama PT AP), WN (Presiden Direktur PT AF), AS (Direktur Utama PT SUJ), IS (Direktur Utama PT MSI), PSEP (Direktur PT MT). Lainnya, HAT (Direktur PT DSI), ASB (Direktur Utama PT KTM), HFH (Direktur Utama PT BMM), dan ES (Direktur PT PDSU).

Abdul Qohar menceritakan, tahun 2015, telah dilakukan rapat koordinasi bidang perekonomian yang salah satu pembahasannya adalah bahwa Indonesia pada Januari sampai April 2016 diperkirakan mengalami kekurangan gula kristal putih (GKP) sebanyak 200 ribu ton.

Masih kata Abdul Qohar, dalam rapat tersebut tidak pernah diputuskan bahwa Indonesia memerlukan impor GKP.

Selama November–Desember 2015, tersangka Charles Sitorus (CS) selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan manajer senior bidang bahan pokok pada PT PPI untuk bertemu dengan delapan perusahaan swasta.

Antara lain PT AP, PT AF, PT SUJ, PT MSI, PT PDSU, PT MT, PT DSI, dan PT BMM sebanyak empat kali untuk ditunjuk sebagai pihak yang akan melaksanakan impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi GKP.

Jadi, sebelum ada penandatanganan kontrak, delapan perusahaan tersebut sudah diundang lebih dahulu. Sudah diberi tahu bahwa mereka nanti yang akan melakukan pengadaan GKM yang kemudian untuk diolah menjadi GKP dalam rangka stabilisasi harga pasar dan stok gula nasional.

Kemudian, pada Januari 2016, tersangka Tom Lembong menandatangani surat penugasan kepada PT PPI untuk mengelola GKM menjadi GKP melalui kerja sama produsen gula dalam negeri sebanyak 300 ribu ton dalam rangka pengelolaan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula.

Menurut Abdul Qohar, penugasannya baru belakangan setelah mereka, perusahaan swasta itu, melakukan rapat empat kali untuk ditunjuk sebagai importir gula. 

PT PPI selanjutnya membuat perjanjian dengan delapan perusahaan tersebut untuk mengolah GKM dan diterbitkanlah persetujuan impor gula kepada perusahaan-perusahaan tersebut oleh Kementerian Perdagangan. Padahal, yang boleh diimpor secara langsung adalah GKP dan yang boleh mengimpor adalah BUMN.

Satu hal lagi, delapan perusahaan gula itu hanya memiliki izin industri sebagai produsen gula rafinasi.

Pada 7 Juni 2016, tersangka Tom Lembong juga memberikan izin persetujuan impor GKM kepada PT KTM sebanyak 110 ribu ton.

Terhadap hasil pengolahan gula tersebut, PT PPI seolah-olah membelinya. Padahal, gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran melalui distributor terafliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram. Itu berarti lebih tinggi daripada HET saat itu yang sebesar Rp13.000 per kilogram.

Selain itu, PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan tersebut sebesar Rp105 per kilogram.

"Dengan adanya penerbitan persetujuan impor GKM menjadi gula GKP oleh Menteri Perdagangan saat itu, Saudara TTL selaku tersangka, kepada para tersangka yang merupakan pihak swasta, menyebabkan tujuan stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional dengan cara operasi pasar pada masyarakat tidak tercapai," katanya.