EmitenNews.com - Mardani H Maming resmi ditahan, Kamis (28/7/2022). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tersangka kasus korupsi itu, di rutan KPK terhitung sejak 28 Juli hingga 16 Agustus 2022. Mantan Bupati Tanah Bumbu itu, diduga terlibat korupsi terkait persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) pada 2011. KPK menduga ada aliran dana haram untuk Mardani Maming senilai Rp104,3 miliar dalam kurun waktu 2014 hingga 2020. Sebelumnya, pengurus PBNU, yang juga Ketua Umum Hipmi itu, menyerahkan diri usai dinyatakan buron oleh KPK.


“MM yang menjabat Bupati Tanah Bumbu periode tahun 2010 - 2015 dan periode 2016 sampai 2018, memiliki wewenang di antaranya memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP),” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada wartawan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/7/2022) malam.


Dalam penuturan Alexander Marwata, kasus ini bermula ketika Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN), Henry Soetio, bermaksud mengambil alih IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.


Pengalihan IUP OP ini dianggap melanggar pasal 93 Undang-Undang Pertambangan. Dalam pasal itu disebutkan bahwa pemegang IUP tak boleh mengalihkan kepada pihak lain. Menurut Alexander Marwata, agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan Mardani selaku bupati, Henry Soetio diduga melakukan pendekatan.


“Henry  Soetio meminta bantuan pada MM selaku Bupati agar bisa memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN dimaksud,” ujar Alex, sapaan akrab Alexander Marwata.


Mardani mempertemukan Henry Soetio dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo pada 2011, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu. Dalam pertemuan tersebut, kata Alex, Mardani memerintahkan Raden membantu dan memperlancar pengalihan IUP OP itu. Pada Juni 2011, Mardani mengeluarkan  surat keputusan terkait peralihan  IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN.


“Diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di backdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang,” ujarnya.


Mardani Maming, menurut Alex, juga meminta Henry Soetio agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivfitas operasional pertambangan. KPK menduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT Angsana Terminal Utama (ATU), perusahaan milik keluarga Mardani Maming.


Pada 2012, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012 hingga 2014 dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetio. Pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU. Diduga terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio kepada Mardani Maming melalui beberapa perantaraan orang kepercayaannya dan/atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani Maming.


Aktivitasnya diduga dibungkus dalam perjanjian kerja sama underlying guna memayungi adanya aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani Maming tersebut. Alex menyebutkan, uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekira Rp104, 3 miliar dalam kurun waktu 2014 hingga 2020.


Jumlah uang seperti disebut KPK itu jauh lebih besar dari yang terungkap dalam sidang kasus yang sama dengan terdakwa Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo. Dalam persidangan, Christian Soetio, adik Henry Soetio, sempat menyatakan bahwa perusahaannya mentransfer uang sekitar Rp89,5 miliar kepada perusahaan milik keluarga Mardani H Maming. ***