Tetapi, sampai pada akhir kontrak, KSO BRN maupun PT Praba Indopersada baru menyelesaikan 57 persen pekerjaan. Sampai amandemen kontrak ke-10 yang berakhir pada 31 Desember 2018, KSO BRN maupun PT Praba Indopersada tidak mampu menyelesaikan pekerjaan. Pekerjaannya hanya mencapai 85,56 persen karena alasan ketidakmampuan keuangan.

Faktanya, pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil pekerjaan 85,56 persen, sehingga PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PLN sebesar Rp323 miliar dan sebesar USD62,4 juta. 

Sebelumnya, Senin (6/10/2025), Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri, Irjen Pol. Cahyono Wibowo mengungkapkan, pihaknya mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (Kalbar).

“Kami nanti rilis kembali terkait pihak yang akan kami tetapkan tersangka, kemudian dengan dilapisi pasal TPPU-nya,” kata Kepala Kortastipidkor Polri Irjen Pol. Cahyono Wibowo di Jakarta, Senin.

Dalam proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar yang dilaksanakan KSO PT BRN, pengerjaannya diserahkan kepada PT Praba Indopersada (PI). Pengalihan ini, mengakibatkan munculnya beberapa permasalahan lain.

“Dari PT Praba inilah menjadi suatu permasalahan. Dari awal juga seperti itu. Puncaknya ada PT Praba, alat-alat yang dikirim tidak sesuai spesifikasi. Akibatnya, sangat kompleks permasalahan, sampai pembangunan mangkrak. 

Selain itu, ada pula masalah tenaga kerja China yang bekerja dalam proyek PLTU ini tanpa surat izin bekerja sehingga harus dideportasi.

Irjen Cahyono mengatakan bahwa penyidik tengah menelusuri aset dan dana para pihak yang diduga terlibat. Jumlah aset itu diperkirakan mencapai puluhan miliar.

“Dari hasil penelusuran kami, ada beberapa pihak yang sudah menerima aliran dana. Untuk mendalami dan menyempurnakan itu, kami perlu juga beberapa bukti. Mungkin akan kami rilis pada kemudian hari,” kata Irjen Cahyono Wibowo. ***